Ambisi Planetarium Tenggarong Mengulang Kejayaan di Level Nasional
Tak beroperasi selama empat tahun, akhirnya Planetarium Jagad Raya Tenggarong bakal menyambut kembali pengunjung yang ingin jelajahi keajaiban langit
Tenggarong, intuisi.co- Berlokasi di Kota Raja Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Planetarium Jagad Raya Tenggarong telah menjadi saksi bisu perkembangan astronomi di Kota Raja.
Setelah dibuka kembali pada 1 Januari 2024, warga bisa menikmati peragaan galaksi dengan tiket masuk yang terjangkau, Rp15 ribu untuk dewasa dan Rp10 ribu untuk anak-anak. Planetarium Jagad Raya beroperasi setiap hari dari jam 09.00 hingga 16.00 Wita.
Kepala Bidang Pengelolaan Objek dan Sarana Kepariwisataan Dinas Pariwisata (Dispar) Kukar, M Ridha Fitrianta mengungkapkan optimisme terhadap peningkatan jumlah pengunjung. “Kami berharap planetarium ini akan terus penuh. Ini adalah salah satu dari sedikit planetarium di Indonesia, dan memiliki nilai edukatif yang tinggi,” ujar Ridha pada Senin, 3 Juni 2024.
Ridha dan timnya kini memiliki visi untuk menghidupkan kembali film antariksa yang menjadi salah satu daya tarik utama planetarium. Selain itu, ada rencana pengembangan fasilitas dengan penambahan teropong bintang. “Teropong bintang sudah kami miliki, yang kami perlukan hanyalah tempat yang tepat untuk menempatkannya. Kami akan mengembangkan area di sekitar planetarium untuk ini,” terang Ridha.
Sementara itu, Wedy Handoko, Operator Planetarium Jagad Raya, menambahkan bahwa antusiasme masyarakat terhadap planetarium sangat menggembirakan. “Kami telah melakukan promosi di media sosial dan responsnya sangat positif. Mayoritas pengunjung datang dari Tenggarong, Balikpapan, Penajam Paser Utara (PPU), dan Samarinda,” kata Wedy.
“Baru-baru ini, kami memiliki delapan sesi penayangan film dengan kapasitas 90 kursi per sesi. Kami juga telah mengganti proyektor lama dengan produk baru dari Amerika Serikat,” terangnya.
Kejayaan Planetarium Jagad Raya Tenggarong
Planetarium Jagad Raya Tenggarong (PJRT) pada masanya adalah kebanggaan besar di Tenggarong, bahkan Kalimantan Timur (Kaltim). Tak lepas dari keberadaannya yang masih termasuk langkah di Indonesia. Malah di Asia Tenggara jadi yang pertama memiliki tayangan tiga dimensi tanpa harus disaksikan menggunakan kacamata.
Adapun planetarium secara umum adalah teater bintang atau semesta. Menampilkan visual atau pengamatan langsung isi alam semesta dan susunan tata surya. Di Tenggarong, keberadaannya mulai mencuat pada 2000. Hingga resmi beroperasi pada 16 April 2003 setalah diresmikan oleh Wakil Presiden RI ke-9, Hamzah Haz.
Berdiri di Jalan Pangeran Diponegoro, bersebelahan bangunan Museum Mulawarman, Tenggarong, PJRT dibangun dengan APBD Kukar sebesar Rp18 miliar, sebagaimana tertuang dalam dokumen yang diperoleh reporter intuisi.co.
PJRT dilengkapi optical system Zeiss Skymaster ZKP 3 buatan Carl Zeiss dari Jerman. Memiliki tinggi 2.750 milimeter dengan berat 250 kilogram. Seratus lensa di perabotan astronomi tersebut berfungsi memproyeksikan berbagai bentuk benda langit seperti matahari, bulan, komet, meteor, bintang, rasi, dan galaksi. Tak ketinggalan dilengkapi sistem digital Zeiss Powerdome dengan video system 2 vp Zeiss Velvet (1+1 center).
Selain proyektor utama, Skymaster ZKP 3 memiliki pendukung berupa efek proyektor. Ada pula delapan proyektor slide yang berfungsi memproyeksikan gambar. Hasil proyeksi perangkat teknologi tersebut ditampilkan di sebuah ruang berbentuk kubah dengan diameter 11 meter. Penonton bisa menyaksikan keindahan semesta dari 92 kursi yang ditempatkan melingkar, menghadap ke proyektor.
Ruang teater bintang, demikian namanya, dirancang dengan meminimalisasi masuknya cahaya untuk mengoptimalkan pertunjukan. Ruangan ini dilengkapi mesin pendingin untuk melancarkan sirkulasi udara. Termasuk, menjaga perangkat teknologi di dalamnya bekerja di bawah suhu rendah yang ideal.
Revitalisasi Pertama Planetarium Tenggarong
Pada 2014, PJRT direvitalisasi besar-besaran. Teater bintangnya pun mampu menayangkan cuplikan tiga dimensi yang bisa dinikmati tanpa kacamata. Fitur tersebut muncul berkat upgrade optik ke ZKP 4. Menurut kabar, tak satu pun planetarium di Asia Tenggara memiliki fasilitas tersebut saat itu. Fasilitas itu pun membuat tingkat kunjungan ke PJRT kembali meledak. Pada Idulfitri 2014, lebih 2 ribu orang datang berkunjung dalam sehari. Jam tayang diputar hingga delapan kali, sedari biasanya hanya empat kali sehari. Sepanjang 2014 saja, jumlah kunjungan mencapai 22 ribu orang. Meningkat lagi jadi 32.100 kunjungan setahun kemudian.
Namun demikian, 2015 rupanya menjadi puncak kejayaan PJRT. Karena setahun kemudian, meski jaraknya begitu tipis, tingkat kunjungan ke fasilitas tersebut mulai menurun. Setelah mencatatkan 32.066 pada 2016, kunjungan ke PJRT merosot tajam ke angka 7.025 setahun setelahnya, sebagaimana tertuang dalam Kabupaten Kutai Kartanegara dalam Angka 2018 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Kukar.
PJRT yang makin ditinggalkan akhirnya tak beroperasi penuh sejak Februari 2019 karena layar dome yang tak optimal. Tanpa teater bintang, planetarium pun hanya mengandalkan display benda tata surya sebagai sajian utama. Memamerkan pola tata kerja sistem surya. Seperti proses gerhana matahari dan fenomena alam serupa di lantai satu. (*)