Samarinda, intuisi.co–Pemerintah Kota Samarinda kembali menertibkan bangunan di bantaran Sungai Karang Mumus (SKM) sebagai bagian dari program normalisasi. Sebanyak 93 bangunan di Jalan AM Sangaji, Kelurahan Bandara, resmi dibongkar untuk mengembalikan fungsi sungai dan menekan risiko banjir yang selama ini membayangi warga kota.
Wali Kota Samarinda Andi Harun menegaskan bahwa penertiban ini menjadi langkah penting dalam strategi pengendalian banjir. “Normalisasi ini adalah upaya kita bersama agar Samarinda terbebas dari banjir. Yang paling saya syukuri, masyarakat mendukung penuh langkah ini,” ujarnya.
Pembongkaran melibatkan delapan rukun tetangga (RT) dan diperkirakan memakan waktu sebulan. Anggaran yang disiapkan mencapai Rp9,9 miliar, termasuk kompensasi ganti bongkar bagi warga yang memiliki alas hak.
Dari 93 bangunan, perhatian masyarakat tertuju pada satu langgar yang menjadi pusat ibadah. Menjawab hal itu, Pemkot bersama Pemprov Kaltim, TNI, Polri, dan tokoh masyarakat sepakat membangun kembali rumah ibadah tersebut tanpa menggunakan APBD.
“Insyaallah saya pribadi akan menyisihkan sebagian rezeki untuk membangun langgar ini. Begitu dibongkar, langsung kita bangun lagi agar masyarakat tidak terlalu lama menunggu,” ucap Andi.
Warga juga menyepakati keberadaan posyandu di lokasi baru. Fasilitas kesehatan ini dipertahankan karena dianggap vital untuk layanan ibu dan anak, mulai dari penimbangan bayi hingga pencegahan stunting. Andi menilai dukungan warga menjadi modal besar dalam program normalisasi. “Tidak perlu rapat panjang, langsung disepakati di lapangan. Inilah praktik kolaborasi yang baik di tingkat masyarakat,” katanya.
Setelah proses pembongkaran, Pemkot akan melanjutkan dengan pengerukan sungai. Tahun depan ditargetkan pembangunan turap bisa dimulai untuk mencegah longsor di bantaran SKM. “Bertahap, karena dana tidak bisa sekaligus. Tapi program normalisasi ini akan terus berjalan,” jelasnya.
Normalisasi SKM hanya satu dari sejumlah strategi besar. Pemkot memperkirakan pembangunan turap permanen sepanjang bantaran SKM membutuhkan Rp900 miliar, biaya yang diharapkan tidak hanya ditanggung APBD kota, tetapi juga melibatkan Pemprov Kaltim dan pemerintah pusat.
Selain SKM, pembangunan drainase perkotaan, pengerukan sedimentasi, dan pembuatan kolam retensi di beberapa titik padat permukiman juga tengah berjalan. Pada 2024 lalu, sedikitnya Rp200 miliar digelontorkan untuk rehabilitasi saluran dan perbaikan gorong-gorong di kawasan rawan banjir.
Data Dinas PUPR Samarinda mencatat, luasan genangan akibat luapan SKM berhasil ditekan dari 482 hektare pada 2022 menjadi 314 hektare pada awal 2025. Meski belum tuntas, penurunan ini dianggap sebagai bukti bahwa langkah teknis dan pembiayaan besar mulai membuahkan hasil.
Ke depan, pembangunan turap SKM ditargetkan rampung bertahap hingga 2029, bersamaan dengan revitalisasi anak sungai Karang Asam Besar dan Kecil. Visi besar bebas banjir, kata Andi Harun, hanya bisa tercapai jika ada sinergi lintas sektor.
“Kota ini butuh kerja sama. Anggaran besar saja tidak cukup, harus ada kolaborasi dan kesadaran masyarakat menjaga lingkungan,” pungkasnya. (*)