Tambang Ilegal Rugikan Negara Rp300 Triliun

Prabowo mengungkap ribuan titik tambang ilegal yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia

intuisi

19 Agu 2025 21:00 WITA

Tambang ilegal
ilustrasi penambangan ilegal. (istimewa)

Jakarta, intuisi.co– Presiden RI Prabowo Subianto menyoroti maraknya aktivitas tambang ilegal atau pertambangan tanpa izin (peti) yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Dalam pidato kenegaraannya di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD, Jumat (15/8/2025), ia menyebut ada 1.063 titik tambang ilegal tersebar di seluruh Indonesia. 

“Saya telah diberi laporan oleh aparat-aparat bahwa terdapat 1.063 tambang ilegal dan potensi kerugian negara adalah minimal Rp300 triliun,” kata Prabowo.

Prabowo menegaskan, pemberantasan tambang ilegal harus menjadi prioritas. Ia meminta dukungan parlemen dan masyarakat untuk mengawal penindakan. Ia juga memberi peringatan keras agar tidak ada pihak, termasuk pejabat, purnawirawan, hingga aparat keamanan, yang coba menghalangi langkah pemerintah. 

“Apakah ada orang-orang besar, orang-orang kuat, jenderal-jenderal dari manapun, tidak ada alasan, kami akan bertindak atas nama rakyat,” ujarnya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merespons cepat arahan Presiden. Direktur Jenderal Penegakan Hukum ESDM, Rilke Jeffri Huwae, menyebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan aparat kepolisian. “Sudah arahan dari Pak Menteri kita respon. Saat ini kita mencoba untuk melakukannya. Ada 1.300 lebih dari data Presiden, kami juga melakukan verifikasi sendiri,” kata Rilke.

Data sebaran tambang ilegal menunjukkan masalah ini tidak terpusat di satu wilayah. Dari Kalimantan hingga Sumatra, Sulawesi, dan Papua, aktivitas penambangan tanpa izin merajalela. Kalimantan Timur menjadi salah satu episentrum dengan ratusan titik tambang ilegal, termasuk yang berada di sekitar kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Tahura Bukit Soeharto. Aktivitas tambang liar di wilayah ini tidak hanya menggerus potensi penerimaan negara, tetapi juga mengancam lingkungan, mempercepat kerusakan hutan, serta meningkatkan risiko banjir dan longsor.

Pemerintah menegaskan upaya pemberantasan tambang ilegal akan ditempuh lewat dua jalur: penindakan hukum oleh kepolisian dan sanksi administratif oleh ESDM. “Intinya kita juga bisa melakukan verifikasi sendiri dan mungkin dalam minggu depan kita sudah mulai melakukan beberapa langkah penanganannya,” tutur Rilke. Namun, pengamat menilai pemberantasan tambang ilegal tidak bisa hanya mengandalkan penindakan, melainkan juga reformasi tata kelola pertambangan yang selama ini masih lemah.

Tambang Ilegal Tersebar di Sejumlah Provinsi Indonesia

Jika ditelusuri lebih rinci, kasus tambang ilegal terdistribusi di banyak provinsi, tidak hanya di Sumatera. Kalimantan Timur misalnya, pada 2023 mencatat tujuh kasus tambang ilegal yang diproses hukum. Di wilayah lain, Jawa Timur melaporkan sembilan kasus, Sumatera Utara 12 kasus, dan Aceh 11 kasus. Angka ini lebih kecil dibanding catatan nasional, namun tetap menunjukkan bahwa aktivitas ilegal masih marak dan bersifat sistemik. 

Apalagi, data LSM dan advokasi lingkungan menyebutkan bahwa titik tambang ilegal di Kaltim sesungguhnya jauh lebih banyak dari laporan resmi, dengan estimasi mencapai 160 lokasi peti yang tersebar di berbagai kabupaten/kota. Situasi ini menunjukkan adanya ketimpangan antara data pemerintah dan temuan lapangan.

Kaltim menjadi sorotan lebih tajam karena merupakan lokasi pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pada 2025, Polda Kaltim mengungkap delapan kasus tambang ilegal yang beroperasi di kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto maupun di dalam delineasi IKN. Kasus yang ditangani Bareskrim Mabes Polri bahkan menemukan operasi tambang ilegal di atas lahan seluas 186 hektare.

Modusnya, batu bara yang dikeruk dari kawasan konservasi dikirim melalui pelabuhan dengan melampirkan dokumen seolah-olah berasal dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi. Praktik seperti ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mencoreng visi pembangunan IKN sebagai kota hijau dan berkelanjutan.

Kerugian ekologis pun tidak bisa diabaikan. Kawasan konservasi yang seharusnya menjadi benteng ekologi Kalimantan justru menjadi sasaran pengerukan ilegal. Kerusakan hutan dan degradasi lingkungan di sekitar Tahura Bukit Soeharto berdampak langsung pada keberlanjutan fungsi ekologis IKN, seperti ketersediaan air, perlindungan keanekaragaman hayati, hingga potensi bencana banjir dan longsor. 

Padahal, pemerintah pusat telah menekankan pembangunan IKN harus selaras dengan prinsip ramah lingkungan. Jika praktik tambang ilegal tetap dibiarkan, maka bukan hanya citra “kota hutan” yang terancam hilang, melainkan juga keberlanjutan hidup masyarakat sekitar. (*)

Ikuti berita-berita terbaru Intuisi di Google News!