Jenuh Sekolah Daring, Puji Ingatkan Pembelajaran Tatap Muka Jangan Terburu-buru
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Puji Setyowati menyadari belajar daring sudah sangat menyedot kondisi psikis anak. Namun risiko covid-19 masih sangat besar.
Samarinda, intuisi.co – Pembelajaran tatap muka langsung di Kaltim masih tanda tanya. Pasalnya, zona merah masih menyelimuti sebagian besar daerah di provinsi ini. Situasi tersebut membuat aktivitas pembelajaran tatap muka langsung di sekolah begitu berisiko.
Pandemi covid-19 membuat aktivitas belajar mengajar di sekolah menjadi ditiadakan. Berganti pembelajaran secara daring yang diikuti oleh peserta didik dari rumah. Situasi ini nyaris berlangsung sepanjang tahun, karena virus corona telah mewabah di Kaltim sejak Maret 2020.
Menurut anggota Komisi IV DPRD Kaltim Puji Setyowati, pola pembelajaran demikian sudah memicu rasa jenuh. Secara psikis, dampaknya tak hanya dirasakan oleh anak sebagai peserta didik, tapi juga para orangtua yang harus berperan sebagai guru. “Kami juga prihatin karena saat ini ada kecenderungan anak-anak jenuh,” sebut Puji, ditemui di Lantai 6 Gedung D Kantor DPRD Kaltim, Senin, 30 November 2020.
Puji mengambil contoh siswa-siswi di Samarinda yang sudah sangat rindu bersekolah. Lama belajar dari rumah, kondisi psikis anak sangat berisiko. Terancam memengaruhi tumbuh kembang anak. Terutama anak-anak usia dini yang masih sangat butuh pendidikan interaksi langsung. Keresahan inipun dikemukakan Ikatan Dokter Anak Indonesia saat melangsungkan pertemuan dengan Komisi IV DPRD Kaltim beberapa waktu lalu. “Kami berharap guru bisa merangsang apa yang menjadi kebutuhan anak melalui media yang ada,” tambah politikus Partai Demokrat tersebut.
Kendati demikian, Puji mengingatkan agar otoritas terkait tak buru-buru kembali memberlakukan belajar tatap muka langsung di sekolah. Mesti didahului kajian matang dan jelas. Sehingga kebijakan tersebut justru tak memicu terbentuknya klaster baru. “Di Samarinda sendiri, kondisinya sebagian besar masih zona kuning. Dari 10 kecamatan, ada tujuh. Sisanya zona merah masih ada tiga,” beber Puji.
Mengambil contoh di Samarinda, dinas pendidikan setempat mesti mendalami dengan seksama sebelum mengambil kebijakan. Sehingga pendidikan terbaik bagi anak tetap bisa terlaksana tanpa harus memperluas sebaran covid-19 di Ibu Kota Kaltim tersebut. “Artinya, perlu pencermatan, pengkajian, baik secara lingkungan maupun sosial terkait kesiapan menggelar pembelajaran tatap muka langsung,” pungkasnya. (*)