Bontang, intuisi.co – Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Samarinda menyelenggarakan Pelatihan Keamanan Digital alias Digital Safety Training. Kegiatan itu digelar di kafe Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Bontang Utara, Bontang, Kalimantan Timur pada Ahad pagi, 26 Februari 2023.
Pelatihan digelar santai dan cair. Sejumlah materi dipaparkan, di antaranya, dasar keamanan digital, mengelola identitas, memahami persandian, hingga keamanan komunikasi dan mitigasi liputan berisiko.
Ketua AJI Samarinda, Noviyatul Calima menerangkan, kiwari ini pengguna internet kian masif seiring dengan pemakaian gawai pintar. Itu sebab, pintu serangan digital juga selalu terbuka.
“Tujuannya untuk merusak dan mencuri data, hingga menyerang pribadi seseorang di dunia maya,” terang Novi usai kegiatan.
Lebih lanjut dia mengatakan, salah satu kelompok rentan terhadap serangan digital adalah jurnalis. Pemicunya, karena profesi ini selalu menuntut fakta di hadapan publik.
“Jika ada pihak yang gerah dengan fakta tersebut. Maka bisa serangan digital bisa saja terjadi,” tegasnya.
Kemudian menyambung, “Dulu serangan fisik, sekarang digital.”
Besar harapan Novi, pelatihan ini bisa membawa dampak apik bagi pewarta. Utamanya dari pemahaman hingga cara mencegahnya atau mitigasi saat serangan terjadi.
“Apalagi kita mulai memasuki tahun politik. Jadi pemahaman soal keamanan digital ini semakin penting,” ungkap pewarta Kaltim Post ini.
Serangan Digital Meningkat Tiga Tahun Terakhir
Sebagai informasi, dari catatan AJI Indonesia serangan digital terhadap perwarta alami kenaikan signifikan dalam tiga tahun terakhir. Salah satu kasus serangan digital terbesar yang tercatat sepanjang 2022 adalah peretasan terhadap awak media Narasi. Tidak hanya reporter, peretasan juga dialami oleh pemimpin redaksi, manajer, bagian keuangan.
Setali tiga uang, trainer Digital Safety Training AJI Samarinda, Aji Sapta Dian Abdi menuturkan jika dilihat sekilas, penerapan keamanan digital bagi diri sendiri terlibat ribet dan menyita waktu. Namun, lebih baik jurnalis menempuh jalan ini sehingga potensi serangan bisa diminimalisasi.
“Tidak ada yang benar-benar aman di dunia maya. Menerapkan keamanan saja belum tentu aman, apalagi tidak menerapkan,” katanya.
Lebih jauh, dia menekankan soal penggunaan kata sandi dan manajemen identitas diri. Jurnalis harus menggunakan password berbeda untuk setiap akun media sosial dan perangkat digital mereka.
“Ingat, agar aman, mesti ada kombinasi antara kalimat, angka, dan symbol,” imbuhnya.
Dia menambahkan, ihwal ini sering diabaikan. Tak hanya jurnalis, tapi masyarakat umum juga demikian. Terkadang satu password untuk semua akun sosial media.
“Kalau begitu, bisa jebol semua medsos kalau kata sandi satu ketahuan,” tegasnya lagi.
Di akhir sesi, Abdi, begitu ia biasa disapa, berharap peserta dapat segera mengelola dan menerapkan keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
“Ini tak lain demi keamanan dan kenyamanan menjalankan tugas-tugas jurnalistiknya,” pungkasnya. (*)