Sorotan

Anggota Poktan di Kutim Adukan Mafia Tanah ke Jenderal Bintang Satu

Penyerobotan lahan kerap bikin petani merana. Lebih-lebih itu dilakukan oknum mafia tanah, sebagaimana dialami anggota poktan di Kutim ini.

Sangatta, intuisi.co—Hardi Yusmul begitu berapi-api. Mengadukan keluh-kesah kepada Inspektur Bidang Investigasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Brigjen Pol Yustan Alpiani. Kala itu, Kamis, 11 November 2021.

Adapun jenderal bintang satu tersebut memang membidangi urusan mafia tanah. Dia diundang khusus bertandang ke Desa Sepaso Timur, Kecamatan Bengalon, Kutai Timur. Dengan penuh kekecewaan, Hardi memaparkan persoalan lahan yang tiba-tiba disulap menjadi status hak guna usaha (HGU) oleh oknum tak bertanggung jawab.

Di Bengalon, persoalan tersebut bukanlah hal baru. Terlebih ia masuk kelompok tani atau Poktan Suka Mulya. Serikat yang terbentuk pada 2004.

“Kami sudah bersurat kepada perusahaan terkait mengenai HGU tapi tidak di gubris. Segala data penunjang sudah kami serahkan ke pemerintah desa,” jelas Hardi kepada sejumlah media.

Tanah Poktan Dirampas

Dari data tersebut, kata Hardi, kurang lebih 1000 hektare tanah milik kelompok tani dirampas. Dia mengklaim aparat desa terdahulu tutup mata dengan persoalan tersebut. Apalagi disebutnya bahwa lahan garapan para petani tersebut milik negara dan sudah dibebaskan. Ia memastikan nyatanya tidak demikian. Tanah tersebut masih digarap petani setempat.

“Semoga dengan hadirnya tim, klarifikasi dapat menjadi titik terang bagi kami,” harapnya.

Ironisnya lagi, kata dia, akses menuju lahan milik petani kini diportal. Petani pun terancam tak bisa mengangkut hasil panen dengan maksimal. Itu sebab, dia bertanya-tanya, bagaimana bisa lahan milik petani bersalin status menjadi HGU perusahaan.

“Sampai saat ini tak pernah ada sosialisasi dengan kami (petani),” tegasnya.

Urusan konflik lahan ini memang persoalan yang kerap terjadi. Satgas Antimafia Tanah Kementerian ATR/BPN sendiri sudah memproses 732 aduan terkait pertanahan. Dari ratusan perkara tersebut, paling banyak konflik pertanahan dengan 493 kasus. Sedangkan terkait penyalahgunaan ada 17 kasus; pelayanan 201 kasus; korupsi 11 kasus; kepegawaian 3 kasus; lain-lain 7 kasus.

Hardi pun bersyukur dengan kedatangan Brigjen Pol Yustan Alpiani. Pihaknya akhirnya bisa mengeluarkan unek-unek mengenai konflik agraria yang selama ini mereka pendam. Kepala Desa Sepaso Timur, Agus Susanto yang baru menjabat, menjadi inisiator pertemuan tersebut. “Kami harap mereka bisa menilik fakta-fakta baru dan permasalahan ini bisa selesai,” pungkasnya. (*)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.