Bahasa Daerah di PPU Terabaikan, DPRD Minta Langkah Konkret Perekrutan Guru
Di pelosok PPU, pelajaran bahasa daerah kerap terhenti. Kekurangan guru jadi tantangan besar, DPRD mendorong solusi berbasis data.
Penajam, intuisi.co – Di sebuah sekolah di pelosok Penajam Paser Utara (PPU), pelajaran bahasa daerah sering terhenti. Tak ada guru khusus yang mengajarkannya, padahal bahasa itu menjadi identitas budaya yang perlahan memudar di tengah generasi muda. Situasi ini bukan kasus tunggal. Kekurangan guru, terutama untuk mata pelajaran tertentu seperti bahasa daerah, menjadi masalah serius yang mengancam kualitas pendidikan di kabupaten yang kini berada di pusat sorotan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Anggota DPRD PPU, Jamaluddin, tak menutup mata terhadap tantangan ini. Ia menekankan pentingnya langkah konkret dalam merekrut tenaga pendidik berdasarkan kebutuhan riil di lapangan. “Kekurangan guru, terutama guru bahasa daerah, harus segera diatasi. Kalau memang kurang, ya harus ditambah atau dicari, tapi tentunya dengan tidak menabrak aturan yang ada,” ujarnya dengan tegas.
Jamaluddin menyoroti bahwa pendidikan adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di PPU, terlebih dengan percepatan pembangunan IKN. Tanpa tenaga pengajar yang kompeten dan memadai, ia khawatir bahwa cita-cita mencetak generasi unggul akan sulit tercapai.
Menurut Jamaluddin, proses perekrutan harus dimulai dengan pemetaan kebutuhan yang komprehensif. Pemerintah daerah perlu mendata kebutuhan guru di setiap sekolah, baik di kawasan perkotaan maupun pedalaman, untuk memastikan bahwa perekrutan menjawab tantangan yang ada. “Itu perlu betul-betul dioptimalkan, sesuai kebutuhan di lapangan,” tambahnya.
Bahasa daerah, yang kini menjadi bagian dari kurikulum pendidikan, dianggap memiliki peran penting dalam menjaga kekayaan budaya lokal. Namun, minimnya jumlah guru yang kompeten untuk mengajarkan bahasa ini menunjukkan kurangnya prioritas terhadap pelestarian budaya. “Kalau kita tidak bertindak cepat, generasi muda bisa kehilangan hubungan dengan warisan leluhurnya,” ujar Jamaluddin dengan nada prihatin.
Sebagai solusi, Jamaluddin menyerukan langkah strategis yang melibatkan pengawasan ketat agar perekrutan tidak hanya transparan tetapi juga tepat sasaran. Pemerintah daerah harus melihat ini sebagai investasi jangka panjang untuk pendidikan dan budaya lokal.
Di ujung diskusi, Jamaluddin mengingatkan bahwa pendidikan adalah fondasi peradaban. Tanpa tenaga pendidik yang memadai, masa depan SDM di PPU bisa tergadaikan. “Kita tidak boleh menunggu lebih lama. Pendidikan adalah prioritas, dan guru adalah pilar utamanya,” tutupnya dengan penuh keyakinan, seakan mengingatkan semua pihak bahwa perubahan harus dimulai dari sekarang. (adv)