DPRD PPU Desak Mediasi Cepat untuk Penyelesaian Konflik Tapal Batas

intuisi

18 Nov 2024 13:22 WITA

Anggota DPRD PPU, Syahrudin M Noor. (istimewa)

Penajam, intuisi.co – Hembusan angin panas terasa saat warga desa di perbatasan Penajam Paser Utara (PPU) dan wilayah tetangga menatap garis tak kasat mata yang membelah lahan subur mereka. Di balik kesunyian, ketegangan terus memuncak, menggantungkan harapan pada mediasi yang belum pasti. Di sinilah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) PPU berusaha menjembatani konflik, mencegah perpecahan yang berpotensi menghambat pembangunan.

Anggota DPRD PPU, Syahrudin M Noor, menegaskan pentingnya langkah mediasi sebagai jalan terbaik. “Ini bukan zamannya lagi untuk berdebat tentang tapal batas. Kita mau semua selesai dengan duduk bersama-sama untuk mencari solusi yang baik,” katanya, seraya menyerukan dialog terbuka antara pemerintah provinsi dan lintas kabupaten. Baginya, mediasi bukan hanya pilihan bijak, tetapi langkah paling efisien untuk meredam potensi konflik yang bisa meluas.

Syahrudin menyebutkan bahwa regulasi yang ada sejatinya sudah cukup untuk menyelesaikan permasalahan ini di tingkat daerah. Membawa persoalan ke pemerintah pusat, menurutnya, hanya akan menguras waktu dan biaya. “Mediasi antara kedua belah pihak juga bisa dilakukan. Tidak perlu sampai ke pusat, saya kira, karena ada regulasi,” tegasnya.

Namun, Syahrudin juga tidak menutup kemungkinan bahwa jika kedua pihak tetap bersikeras dengan pendapat masing-masing, solusi dari pemerintah di tingkat yang lebih tinggi mungkin menjadi opsi terakhir. “Kecuali jika masing-masing pihak mempertahankan argumentasi, ya silakan pemerintah di atas satu tingkat untuk menyelesaikannya,” tambahnya.

Di tengah harapan akan penyelesaian damai, Syahrudin menekankan bahwa kemauan baik dari semua pihak adalah kunci utama. Konflik berkepanjangan, selain merugikan masyarakat, juga berpotensi menghambat pembangunan daerah. Sebagai contoh, rencana pengembangan infrastruktur dan program kesejahteraan yang seharusnya menjadi prioritas bersama bisa terancam tertunda.

Di balik ketegasan Syahrudin, ada pesan mendalam yang mencuat: bahwa perbatasan bukan sekadar garis di peta, melainkan ruang hidup bagi masyarakat yang berharap pada kepastian. Dengan niat baik dan dialog yang tulus, konflik ini dapat menjadi awal dari kebersamaan yang baru—di mana perbedaan bukan alasan untuk terpecah, melainkan peluang untuk saling melengkapi. (adv)

Ikuti berita-berita terbaru Intuisi di Google News!