DPRD PPU Tegaskan Pentingnya Pelatihan dan Fasilitas untuk Pengusaha Ikan Asin Lokal
Di pesisir PPU, masyarakat Banjar mengolah ikan asin jadi produk bernilai tinggi, sementara pengusaha lokal masih terjebak cara tradisional.
Penajam, intuisi.co – Di pesisir Penajam Paser Utara (PPU), aroma asin khas laut bercampur dengan terik matahari yang menyengat, menjadi saksi dari keseharian masyarakat yang menggantungkan hidup pada usaha pengolahan ikan asin. Namun, di balik aktivitas ini, terhampar kesenjangan yang mencolok. Komunitas Banjar, dengan keahlian mereka, mampu mengubah hasil laut menjadi produk bernilai tinggi. Sementara itu, masyarakat lokal masih berkutat pada metode tradisional yang hanya mengandalkan proses pengeringan manual.
Jamaluddin, anggota DPRD PPU, menyoroti realitas ini sebagai masalah yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. “Teman-teman dari Banjar punya keunggulan. Mereka tahu caranya memaksimalkan hasil laut, membawa ke Banjar, dan mengolahnya menjadi produk bernilai tambah, seperti pakan ikan. Sementara masyarakat lokal hanya berhenti di proses penjemuran,” ungkapnya.
Menurut Jamaluddin, masyarakat Banjar telah memanfaatkan peluang dengan lebih optimal, sementara masyarakat lokal masih tertinggal karena keterbatasan teknologi, pengetahuan, dan akses pasar. Usaha mereka, meski penuh dedikasi, tetap terjebak pada lingkaran usaha kecil dengan keuntungan yang minim.
Situasi ini, lanjut Jamaluddin, tidak hanya mencerminkan ketimpangan ekonomi, tetapi juga kurangnya intervensi pemerintah daerah. “Harapan kami, pemerintah turun tangan dengan langkah konkret, seperti menyediakan fasilitas produksi, pelatihan, dan akses pasar. Kalau itu dilakukan, masyarakat lokal pasti akan lebih termotivasi,” tegasnya.
Pemerintah daerah, katanya, memiliki peran strategis untuk mengatasi masalah ini. Tanpa dukungan berupa pelatihan pengelolaan, teknologi modern, dan bantuan pemasaran, masyarakat lokal sulit untuk bersaing. Jamaluddin juga menekankan perlunya keberpihakan yang lebih nyata kepada pengusaha lokal. “Selama ini, mereka belum mendapatkan perhatian yang layak. Padahal, potensinya ada. Pemerintah hanya perlu memberikan dorongan yang tepat.”
Di akhir pernyataannya, Jamaluddin menggarisbawahi bahwa pengolahan ikan asin bukan hanya tentang ekonomi lokal, tetapi juga identitas masyarakat pesisir PPU. “Jika pemerintah serius mendukung, ini bukan hanya soal meningkatkan pendapatan, tapi juga menjaga keberlanjutan tradisi masyarakat lokal,” tuturnya.
Dalam riuhnya kompetisi di pasar, masyarakat lokal pesisir PPU menunggu langkah nyata dari pemerintah. Harapan itu sederhana: agar usaha kecil mereka tak hanya bertahan, tapi juga mampu bersaing di masa depan. Dengan langkah yang tepat, siapa tahu, aroma asin khas laut yang kini menyelimuti pesisir PPU bisa menjadi simbol kebangkitan ekonomi lokal. (adv)