Isu Lelang Paket Pekerjaan Jembatan Telen, Antara Polemik & Kepastian Proses Pengadaan
Polemik beriringi lelang Jembatan Telen, Dinas PUPR Kutim tegas dalam penilaian ulang demi kualitas proyek. Kepastian dalam pengadaan barang dan jasa jadi fokus.
Sangatta, intuisi.co – Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menjadi sorotan tajam dalam isu terkait lelang paket pekerjaan Jembatan Telen. Kontroversi pun berkobar setelah klaim pembatalan rekanan pemenang tender menjadi perdebatan hangat. Meski sejumlah media daring telah menyorot klaim ini, pejabat terkait Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) tetap bersikukuh mengklarifikasi bahwa semua proses telah dilakukan sesuai mekanisme dan prosedur yang berlaku.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kutim, Muhammad Muhir, membela tindakan yang telah diambil oleh pihak terkait. Menurutnya, perdebatan ini sebenarnya merupakan bagian lumrah dari dinamika proses lelang yang dijalankan. “Setelah dilakukan tindak lanjut dari hasil yang ditayangkan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kutim, maka sesuai aturan, PPK dari Dinas PUPR harus dan berhak melakukan crosscheck ulang semua dokumen-dokumen yang dimiliki rekanan peserta tender,” jelas Muhir. Langkah ini diyakini sebagai langkah krusial dalam memastikan validitas dan kelayakan rekanan yang akan menjadi mitra dalam proyek pekerjaan tersebut.
Proses lelang di LPSE Kutim sendiri mengikuti rangkaian tahapan sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan. Kepala Bagian Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) LPSE Kutim, Rian, menegaskan bahwa proses ini merujuk pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Tahapan dimulai dari pengajuan oleh perangkat Dinas (PUPR) hingga proses lelang terbuka.
Namun, polemik muncul saat klaim rekanan pemenang tender mengalami pembatalan. Rian menjelaskan bahwa pihak Dinas PUPR memiliki peran penting dalam melakukan penelaahan ulang terhadap hasil keputusan yang dilakukan oleh Kelompok Kerja Pemilihan (Pokmil). Penegasan ini pun semakin mengukuhkan bahwa keputusan pemenang lelang tidaklah mutlak, dan harus melalui seleksi ulang untuk memastikan semua syarat dan ketentuan terpenuhi.
Dalam penjelasannya, Rian menggarisbawahi pentingnya keberadaan Penyedia Barang Jasa (PBK) yang benar-benar memenuhi persyaratan yang diajukan. “Artinya pemilik paket atau pemilik barang itu adalah perangkat Dinas (PUPR) terkait, ketika dia mengajukan seluruh proses paket untuk dilelangkan, dia sudah menyusun kebutuhannya. Baik dari segi anggaran, segi administrasi, dan dari segi kebutuhan teknisnya, peralatan, material, hingga tenaga ahli/personil,” paparnya.
Meski memahami bahwa polemik ini mungkin mengundang tindakan hukum dari pihak rekanan yang terdampak, Rian bersikeras bahwa proses yang dijalankan telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Ia menegaskan bahwa penolakan terhadap beberapa rekanan adalah bagian dari mekanisme reviu yang dilakukan oleh pihak Dinas PUPR dan merupakan bentuk pengawasan yang bertujuan untuk memastikan kesesuaian dengan spesifikasi yang diinginkan.
Bagi banyak pihak, polemik ini adalah bagian dari pertanda bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah semakin diperketat dan diperbaiki. Bagaimanapun, kepastian dan transparansi dalam proses lelang menjadi prinsip utama demi mendukung pembangunan yang berkualitas dan memenuhi standar. Seperti yang diungkapkan Rian, “Kami juga tidak menyalahkan karena itu hak hukum setiap orang, terkait dengan PU data yang ada di Kami dari 16 paket multiyears yang sudah di proses di PBJ LPSE, ada 12 paket yang dinyatakan selesai.”
Polemik ini akhirnya menggambarkan betapa pentingnya keterbukaan dan kewajaran dalam setiap tahapan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Meski kontroversi mungkin terjadi, namun sebagai kontraktor nasional, para penyedia jasa seyogianya memiliki pemahaman yang kuat terhadap aturan dan mekanisme yang berlaku. Bagi Dinas PUPR, proses penolakan adalah langkah preventif yang ditempuh untuk memastikan bahwa proyek-proyek yang akan dilaksanakan berkualitas dan sesuai dengan standar yang diharapkan. (adv/imr)