Kejamnya Pandemi Membuat Penyanyi dari Samarinda Ini Makan Mi Instan Setiap Hari
Profesi penyanyi profesional termasuk yang paling kena imbas terhadap pandemi covid-19. Sempat tak ada job dari pernikahan hingga panggung THM.
Samarinda, intuisi.co – Bernyanyi semula sebatas hobi bagi Richardus Rony Paran. Kegemaran yang terus ditekuni sejak masih begitu kecil. Kini, dunia tarik suara menjadi caranya mendulang pundi-pundi rupiah. Bersenandung kafe ke kafe. Dari Samarinda ke sekeliling Nusantara.
Aktivitas ini dimulai sejak tujuh tahun lalu. Rony merupakan vokalis dari home band tempat hiburan malam yang dulu berdiri di Jalan KH Abul Hasan, Kelurahan Pasar Pagi, Kecamatan Samarinda Kota.
Hingga suatu malam, seorang kawan menghampirinya dengan tawaran menarik. Rony diajak bernyanyi di luar daerah. Awal dari perjalanan panjangnya sebagai seorang penyanyi profesional. “Ya kalau aku enggak ngambil tawaran kawan saat itu, enggak mungkin bisa bernyanyi keliling kota orang lain,” ujar Rony, dihubungi intuisi.co, Senin siang, 14 September 2020.
Membantu Keluarga
Vokalis merupakan pekerjaan utamanya saat ini. Profesi yang tak hanya membuatnya bisa bertahan hidup. Tapi juga menyekolahkan adiknya hingga tingkat perguruan tinggi. Peran sebagai anak pertama memang menuntutnya untuk serba bisa. Termasuk berperan sebagai kepala keluarga pengganti.
Kedua orangtua Rony merupakan petani di Kutai Barat. Penghasilan yang didapat hanya cukup untuk sehari-hari. Saat masih di Samarinda, Rony membantu keluarganya dengan bernyanyi di pesta pernikahan atau wedding singer serta mentas di kafe. “Dua kegiatan itu saya harus jalani. Mau enggak mau, karena memang tak ada pilihan,” ujarnya dengan nada sedih.
Kini, pemuda kelahiran Samarinda 1987 silam itu berada di Surabaya, setelah beberapa bulan bernyanyi di Batam. Berpindah dari kota ke kota di pulau berbeda, mulai biasa dilakoni. Ia menjalaninya dengan penuh syukur. Terlebih bernyanyi adalah hobinya sejak dulu. Perasaan itu makin berlipat jika setiap telinga yang mendengar menikmati lantunan darinya.
Alumnus SMA Katolik Wage Rudolf Soepratman ini memang cinta bernyanyi. Pada usia 5 tahun, ia kerap menirukan penyanyi di televisi. Duduk di bangku SD ia mengikuti paduan suara. Pun demikian ketika SMP dan SMA. Berbagai lomba diikutinya. Gelar juara pun kerap didapatnya.
“Awalnya emang enggak percaya diri. Tapi vocal coach terus memberikan semangat akhirnya berani ikut lomba,” imbuhnya.
Pada 2007, ia mengikuti dua kontes yang diselenggarakan radio swasta dan negeri. Rony berhasil menembus hingga tingkat nasional. Di level paduan suara, Rony telah bernyanyi hingga ke Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat, pada 4 Juni 2012 lalu bersama Ensemble Choir sekarang, Borneo Cantata, mengikuti kompetisi paduan suara antardunia bertajuk World Choir Games.
“Puji Tuhan, waktu itu kami mendapat gold diploma, juara umumnya dari Afrika Selatan,” lanjutnya.
Tahun Terberat
Prestasi demi prestasi membuatnya makin percaya diri. Hingga memilih dunia tarik suara sebagai jalan hidup. Bertahun-tahun dia menekuni bidang ini. Namun tahun inilah yang paling menyakitkan.
Pandemi virus corona atau covid-19 sempat membuat penghasilannya tak ada. Semua kafe ditutup selama wabah corona menyerbu tiga bulan lalu. Hendak pulang ke Samarinda, namun khawatir justru membawa virus dari daerah rantaunya.
Terjebak di kota orang, Rony harus merasakan derita. Nyaris tiap hari makan mi instan. Beruntung situasi ini sudah mulai berubah. Kafe-kafe mulai buka setelah mendapat kelonggaran. Rony bisa kembali melantunkan nada-nada indah dari pita suaranya.
“Puji Tuhan ada lah penghasilan, walaupun tak seperti sebelumnya. Corona kan belum hilang, mungkin orang masih takut keluar rumah,” sebutnya.
Rony berharap virus ini segera berkurang. Karena tak hanya pekerja seni yang terganggu. Semua lini jadi sasaran. Itu sebab dia meminta warga selalu taat dengan protokol kesehatan. Pakai masker, jaga jarak saat berada di kerumunan, dan rajin cuci tangan. “Mari kita menjaga diri dan sesama,” pungkasnya. (*)