Gaya Hidup

Lebih Dalam soal Hidroponik yang Kian Digemari saat Pandemi Merebak

Hidroponik sudah mulai dikembangkan sejak 1842 silam. Di Tanah Air, aktivitas bercocok tanam tanpa tanah ini belakangan kian digemari.

Samarinda, intuisi.co-Sektor pertanian memang istimewa. Bahkan ketika pandemi covid-19 merebak, sektor yang satu ini menuai banyak penggemar baru. Terutama dalam urusan hidroponik. Salah satu yang menekuni di Samarinda adalah Ari Pangalis. Tak sedikit rupiah telah dituai dari hobinya itu.

Ari Pangalis merupakan juru video dari media Disway Kaltim. Saat pandemi, ia kian intens menekuni aktivitas tersebut. Namun demikian, hidroponik sebenarnya sudah cukup lama mulai dikenalnya. “Saya mulai tertarik dengan hidroponik lima tahun lalu,” sebut Ari Pangalis kepada intuisi.co, Jumat, 11 Juni 2021.

Semula, Ari bersama sahabatnya bernama Idham, mengikuti pelatihan hidroponik di Bogor, Jawa Barat. Sejak itu, ia menekuninya hingga kini bisa meraup rupiah dari kegiatan tersebut.

Di Samarinda, metode tanam tersebut kian banyak dijumpai saat virus corona melanda. Berkebun menjadi alternatif baru untuk kemandirian pangan di tengah wabah. Ari tentu sudah tak asing dengan keuntungan tersebut. Apalagi dasar-dasarnya sudah ia kuasai.  “Metode hidroponik ini unik. Tanpa tanah dan hanya pakai pipa,” sebutnya.

Tentang Hidroponik

Sebagai informasi, hidroponik sudah mulai dikembangkan sejak 1842 silam. Dari catatan James S Douglas dalam buku Hydroponics (1975, hal 1-3) penemu hidroponik adalah ahli botani Jerman bernama Julius von Sachs dan Wilhelm Knop. Kedua pakar tumbuhan tersebut meneliti mengenai pertumbuhan tanaman darat tanpa tanah.

Fokusnya menekankan pemenuhan kebutuhan nutrisi mineral bagi tanaman. Hasilnya sukses dan hingga kini metode itu menjadi standar penelitian serta teknik pembelajaran. Urusan pola menanam inilah yang membedakan hidroponik dengan yang lainnya. Hanya bermodalkan bibit, rockwool, pipa dan air. Sebelum memasukkan tanaman ke dalam pipa, lebih dahulu di bibit di tempat terpisah. Setelah tumbuh daun barulah di pindah ke pipa. Di dalam pipa ini juga ada rockwool.

“Serat ringan inilah yang menjadi media tanam bagi para pencinta hidroponik,” paparnya.

Nantinya, pipa ini dimasukkan air dan diberikan pompa seperti akuarium. Airnya akan berputar sendiri. Dan untuk menjaga tingkat keasaman air, tak boleh lebih dari 6,7.

Lima tahun menekuni kegiatan tersebut, metode tanam ini memberikan untung. Hanya dengan bibit Rp28 ribu, dirinya bisa mendapatkan jutaan rupiah sebulan. pemesan tanaman hidroponiknya berasal dari kalangan hotel dan cafe.

Ari yang merupakan lulusan STMIK Widya Cipta Dharma Samarinda itu kini mengembangkan selada dan daun min. Ke depan dia juga menanam rosemary dan basil atau selasih yang sama-sama banyak peminatnya.

“Selama ini jadi kendala adalah hujan, karena bisa mengubah tingkat keasaman air. Naik atau turun. Itu risiko kalau meletakkan hidroponik di halaman rumah,” sebutnya.

Ari sejak kecil memang suka menanam. Saat masih duduk di sekolah dasar, tumbuhan yang mulai sayur hingga buah-buahan. Proses tanaman berkembang lantas menjadi hijau merupakan tahapan yang paling digemarinya.

“Saya memang suka menanam sejak kecil, senang dengan yang segar dan hijau-hijau. Mudahan terus berkembang hidroponik ini,” pungkasnya. (*)

 

View this post on Instagram

 

A post shared by intuisi.co (@intuisimedia)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.