Samarinda, intuisi.co – Praktik pertambangan batu bara yang selama ini kerap memicu masalah lingkungan, bisa berimbas lebih besar lagi seiring regulasi baru yang diberlakukan negara. Limbah batu bara yang semula masuk kategori berbahaya dan beracun atau B3, bakal tak berlaku lagi.
Hal itu sering ditetapkannya Peraturan Pemerintah No 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Beleid tersebut merupakan turunan dari Undan-Undang (UU) 1/2020 tentang Cipta Kerja.
“Kebijakan ini sangat tidak ramah dengan warga. Sangat berisiko. Fatal akibatnya,” sebut Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang, dikonfirmasi Kamis sore, 11 Maret 2021.
Bagi provinsi ini, perubahan tersebut jelas jadi ancaman serius. Hal ini tak lepas dari masifnya praktik tambang batu bara tersebar di berbagai daerah Bumi Etam. Sebagaimana data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, izin tambang di Kaltim mencapai 5.137.875,22 hektare, gabungan antara izin usaha pertambangan (IUP) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Bila dikalkulasi, luasan tersebut merupakan 40,39 persen luas daratan Benua Etam.
Itu sebab Rupang khawatir dengan aturan baru tersebut. Masifnya izin tambang emas hitam di Kaltim selama ini sudah sangat diwarnai ragam persoalan lingkungan. “Jika aturan ini dibiarkan warga akan semakin rentan dengan limbah batu bara ini,” terang Rupang.
Dua Macam Limbah Batu Bara
Umumnya limbah batu bara terbagi dua macam, yakni fly ash dan bottom ash (FABA). Abu terbang dan abu padat biasanya dekat dengan jetty atau conveyor batu bara. Baik itu di sungai maupun pesisir laut.
Hal yang sama juga berlaku untuk Perusahaan Listrik Tenaga Uap atau PLTU. Kedua abu tersebut juga punya ragam senyawa yang sangat berbahaya bagi manusia. Seperti arsenik, timbal, merkuri hingga kromium.
“Jetty atau PLTU ini banyak di Kaltim. Dan lazimnya berada dalam lingkaran permukiman warga. Akan sangat berbahaya bila aturan tersebut legal. Perusahaan tak perlu lagi capek-capek berurusan dengan limbah berbahaya tersebut,” sesalnya.
Rupang pun meminta pemerintah mengembalikan limbah batu bara sebagai kategori berbahaya. Pasalnya, limbah batu bara begitu rentan merambat ke lingkungan warga. Dan tentu saja bisa sangat berbahaya bagi masyarakat yang bersentuhan langsung.
Menurutnya, klaim limbah tersebut yang bisa digunakan sebagai bahan bangunan sebagai salah satu pertimbangan, dirasa tak bisa diterima akal sehat. Pemerintah pun dipersilakan merasakan dampaknya sendiri jika menjadikan FABA sebagai bahan bangunan seperti rumah pribadi.
ang bisa kita rasakan saat ini dari pola penyelenggaraan negara. Pemerintah tak lagi peduli dengan keselamatan rakyatnya,” pungkasnya. (*)
View this post on Instagram