Tenggarong, intuisi.co-BPBD Kukar memutuskan untuk memimpin proyek normalisasi sungai tanpa menggunakan satu rupiah pun dari APBD atau APBN, dengan mengusung semangat gotong royong. Pengerjaan ini akan memberdayakan kekuatan lokal, melibatkan pihak kecamatan, desa, kepolisian, TNI, dan perusahaan yang beroperasi di sekitar wilayah Sungai Belayan.
Kepala BPBD Kukar, Setianto Nugroho Aji, menegaskan bahwa kolaborasi ini bukan sekadar proyek teknis, tetapi juga gerakan moral yang meneguhkan semangat masyarakat.
“Normalisasi Sungai Belayan ini murni dikerjakan dengan dukungan lokal. Semua lapisan berkomitmen untuk mensukseskan upaya gotong royong ini,” ujar Setianto, Senin (12/11/2024).
Setianto juga menegaskan bahwa kegiatan ini mencetak sejarah sebagai inisiatif pertama di Kalimantan Timur (Kaltim) yang dilakukan tanpa dana dari kas negara.
“Ini adalah bukti bahwa kekuatan lokal mampu mengatasi masalah mereka sendiri. Kekuatan masyarakat sungguh luar biasa jika diberdayakan dengan baik,” tambahnya penuh semangat.
Rencana gotong royong ini akan fokus pada tiga titik kritis yang kerap dilanda banjir, yaitu Desa Kelekat, Bukit Layang, dan Long Beleh Modang.
Dengan semangat solidaritas yang kuat, masyarakat, perusahaan, serta aparat daerah akan terlibat langsung dalam pengerjaan normalisasi yang diproyeksikan dimulai akhir November 2024.
Setianto optimistis bahwa kerja sama ini akan mampu mengatasi persoalan banjir yang selama ini melumpuhkan daerah sekitar Sungai Belayan.
“Segala persiapan sudah matang, tinggal rapat teknis untuk memastikan pembagian peran serta dukungan dari mitra perusahaan yang sudah menyatakan partisipasi mereka. Setelah itu, kita akan langsung eksekusi di lapangan,” jelas Setianto.
Langkah BPBD Kukar ini tidak hanya menjadi solusi jangka pendek untuk meredam banjir, tetapi juga simbol gerakan besar dalam menangani bencana secara mandiri.
Setianto berharap program ini dapat menginspirasi daerah lain untuk mengedepankan kolaborasi tanpa harus selalu mengandalkan anggaran negara.
“Semoga inisiatif ini menjadi model bagi penanganan bencana di tempat lain, bahwa kita mampu menyelesaikan persoalan besar jika kita bersatu dan berkolaborasi,” tandas Setianto.
Melalui normalisasi Sungai Belayan yang bersumber pada kekuatan lokal, BPBD Kukar optimis dapat memberikan dampak signifikan dalam mencegah banjir di wilayah hulu mahakam.
Sedimentasi Ganggu Aktivitas Warga
Sebelumnya diketahui, kondisi Sungai Belayan di Kecamatan Kembang Janggut, Kabupaten Kutai Kartanegara, semakin kritis akibat sedimentasi yang terus menumpuk, mengganggu kehidupan sehari-hari warga.
Banjir kini lebih sering melanda permukiman yang sebelumnya aman, memicu keluhan dari masyarakat yang mengandalkan sungai sebagai jalur transportasi dan sumber penghidupan. Situasi ini mendesak warga untuk meminta tindakan normalisasi segera dari pemerintah.
Tingginya sedimentasi di sungai ini membuat aliran air terganggu, sehingga berpengaruh besar pada kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.
Ferdy, Kepala Urusan Umum Desa Kelekat, mengungkapkan bahwa banjir yang terjadi di daerahnya semakin sering dan parah akibat sedimentasi di Sungai Belayan.
“Biasanya, daerah yang lebih tinggi tidak pernah kena banjir. Tapi sekarang, setiap hujan, permukiman kami juga ikut tergenang. Setelah kami periksa, ternyata penyebabnya adalah tingginya endapan lumpur di sungai,” ungkapnya.
Warga dari Desa Kelekat, dan Desa Bukit Layang secara serentak mendesak agar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara segera melakukan tindakan normalisasi. Namun, hingga saat ini, permohonan tersebut belum mendapatkan tanggapan memadai.
“Kami sudah memiliki gagasan untuk normalisasi sungai, tapi kami belum menyampaikannya secara resmi ke pemerintah kabupaten,” ungkap Ferdy.
Akibat sedimentasi yang semakin parah, masyarakat yang berprofesi sebagai petani sawit maupun nelayan merasakan dampaknya secara langsung.
Menurut Ferdy, banyak petani sawit yang kesulitan mengangkut hasil panen karena aliran air yang tersumbat, begitu pula para nelayan yang mengalami penurunan hasil tangkapan ikan.
“Kami sangat berharap agar Sungai Belayan segera dikeruk, supaya aktivitas kami bisa kembali normal,” lanjutnya.
Yus , warga lainnya, mengaku kebingungan harus mengadu ke mana terkait permasalahan ini. Ia berharap pihak pemerintah segera bertindak untuk menangani sedimentasi yang terus menumpuk.
“Kami bingung mau mengadu ke siapa. Harapan kami, baik pemerintah bisa segera turun tangan untuk menormalisasi Sungai Belayan,” ujarnya.
Situasi itu memperparah kondisi aliran sungai, yang sebelumnya merupakan urat nadi transportasi dan perdagangan bagi masyarakat Kembang Janggut.
Kepala Desa Bukit Layang, Silferius Sudi, menyampaikan bahwa pihaknya juga mendukung adanya normalisasi sungai.
Namun, ia menekankan perlunya koordinasi dengan pemerintah tingkat kecamatan dan kabupaten agar tindakan yang diambil memiliki dasar hukum yang kuat.
“Kami mendukung adanya upaya normalisasi. Hanya saja, izin dan keputusan terkait harus datang dari tingkat kecamatan atau kabupaten, sehingga kami punya dasar yang jelas untuk bertindak,” tegas Silferius.
Data menunjukkan bahwa sedimentasi di Sungai Belayan menumpuk sepanjang 4.6 kilometer.
Saat ini, masyarakat tiga desa tersebut masih menunggu tindakan nyata dari pemerintah untuk mengatasi sedimentasi di Sungai Belayan. Mereka berharap agar proses normalisasi bisa segera dimulai guna mencegah kerugian yang lebih besar dan mengembalikan kehidupan mereka ke kondisi normal. (adv)