Pengetahuan Lokal Jadi Kunci Kelestarian Budaya Kalimantan

intuisi

8 Okt 2024 18:50 WITA

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemdikbudristek, Hilmar Farid saat diwawancarai pewarta. (Alexander Hutabarat/intuisi.co)

Samarinda, intuisi.co Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ritek), Hilmar Farid, menekankan pentingnya pemberdayaan pengetahuan lokal sebagai langkah utama menjaga kelestarian budaya di Kalimantan.

Dalam diskusi bertajuk “Memajukan Ekosistem Kebudayaan di Kalimantan” yang digelar di Universitas Mulawarman (Unmul) pada Selasa, 8 Oktober 2024, Hilmar menyampaikan bahwa pengetahuan lokal memiliki peran krusial dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan budaya di tengah pembangunan yang tidak terkendali.

Hilmar memaparkan bahwa kerusakan ekosistem Kalimantan yang disebabkan oleh deforestasi besar-besaran dari tahun 2008 hingga 2020 telah merusak tatanan sosial dan budaya masyarakat adat.

“Kehilangan hutan primer dalam skala besar menghancurkan lingkungan hidup masyarakat adat dan memicu berbagai konflik sosial,” ujar Hilmar usai kegiatan di di Gedung Prov Masjaya, Unmul.

WhatsApp Image 2024 10 08 at 18.11.19 f7c0045b
Rektor Unmul Prof. Abdunnur (kiri) saat berikan kenang-kenangan kepada Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ritek, Hilmar. (alexander hutabarat/intuisi.co)

Salah satu langkah yang perlu diambil, menurutnya, adalah pemberdayaan pengetahuan lokal yang selama ini diwariskan oleh masyarakat adat.

Hilmar mencontohkan praktik ladang berpindah masyarakat Dayak dan sistem pengelolaan air tradisional masyarakat Banjar yang menjadi bagian dari budaya lokal dan terbukti mampu menjaga harmoni antara manusia dan alam.

“Pemberdayaan pengetahuan lokal bukan hanya soal pelestarian tradisi, tetapi harus dilihat sebagai strategi konservasi modern yang terintegrasi dengan upaya global untuk menjaga biodiversitas,” tegasnya.

Menurutnya, praktik-praktik tersebut menjadi bukti nyata bagaimana budaya lokal dapat berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Namun, Hilmar juga menekankan bahwa upaya ini memerlukan dukungan advokasi yang kuat dari pemerintah.

“Advokasi bagi masyarakat adat sangat penting, terutama dalam menghadapi konflik lahan dan sengketa konsesi yang sering kali merugikan mereka,” tambahnya.

Hilmar optimis bahwa dengan pemberdayaan pengetahuan lokal, advokasi yang kuat, dan perencanaan budaya yang partisipatoris, Kalimantan dapat menjadi contoh bagaimana budaya dan pembangunan dapat berjalan seiring tanpa saling merusak. (*)

Ikuti berita-berita terbaru Intuisi di Google News!