Samarinda, intuisi.co-Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar diskusi publik di Bagio’s Cafe pada Kamis, 15 Kamis 2023. Tajuknya mengenai potensi korupsi sumber daya alam atau SDA, menjelang kenduri demokrasi 2024.
Sejumlah narasumber ikut dalam dialog tersebut dimulai dari Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kaltim, Hari Darmanto, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Maretha Sari dan Sekretaris Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Solihin Bone. Diskusi ini berlangsung apik banyak peserta yang mengajukan tanya. Terutama mengenai ruang praktik lancung SDA di Benua Etam.
Ketua AJI Kota Samarinda, Noffiyatul C mengatakan, Kaltim masuk lima besar daerah yang rawan Pemilu. Menurutnya, publikasi dari Bawaslu Kaltim ini tentu akan berpengaruh pada kerja-kerja jurnalistik di Bumi Etam, khusunya di Samarinda yang menjadi ibukota provinsi.
“Kami menyadari Kaltim kaya akan sumber daya alam, dan ini bisa jadi salah satu potensi sektor yang akan dieksplorasi habis-habisan untuk biaya politik jelang pemilu,” kata dia.
AJI Samarinda Siap Mengawal
Dengan dasar itu, Nofi menilai forum diskusi untuk membahas pengerukan sumber daya alam dan pemilu perlu dilakukan. Menurutnya, kerja-kerja jurnalis sebagai salah satu pilar demokrasi memiliki tugas untuk mengawasi proses pemilu tersebut. Apalagi, iklim politik kian memanas.
“Diskusi ini merupakan salah satu langkah AJI Samarinda merawat demokrasi,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW, Tibiko Zabar mengatakan, diskusi ini merupakan upaya untuk menunjukan masyarakat sipil hadir dalam konteks mengawal pemilu 2024, mendatang. Ia menilai kontestasi politik ini berpotensi berpengaruh di daerah, satu di antaranya Kaltim.
“Kaltim ini adalah provinsi yang punya potensi sumber daya alam yang besar,” terangnya.
Ia melanjutkan, diskusi kolaborasi dengan tajuk jaga sumber daya alam, kawal emokrasi tanpa Korupsi ini untuk memastikan dan mengajak masyarakat mengawal kontestasi elektoral.
“Termasuk juga menjaga bagaimana sumber daya alam kita agar tidak dicuri,”ujar Biko–pangilan pendek Tibiko Zabar.
Dinamisator Jatam Kaltim, Maretha Sari menilai diskusi ini sebagai momentum yang tepat untuk mengawal penyelenggaraan pemilu. Apalagi, sambung dia, Pemilu semakin dekat. Di lain hal, ia menilai demokrasi kita masih dikuasi oligarki yang menguasai sumber daya alam.
“Konteks Kaltim sangat dekat sebagai daerah yang kaya akan potensi sumber daya alam,” terangnya kemudian menyambung, “Kami ‘kan tahu pemilik usaha-usaha pertambangan Kaltim, rata-rata bukan orang Kaltim yang punya.”
Menurutnya, untuk mengukur berbagai persoalan lingkungan yang terjadi di provinsi ini dapat dilihat dari bagaimana partai politik yang masih dikuasai para penguasa dengan basis sumber daya alam tersebut. Kondisi ini disinyalir hanya digunakan untuk memperkuat segelintir kelompok.
“Itu dilakukan tanpa memperhatikan keselamatan masyarakat,” tegas Marethai.
Adapun Sekretaris Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Kaltim, Solihin menilai potensi sumber daya alam yang melimpah tidak diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat. Sumber daya alam itu, sambung dia, kemudian digunakan sebagai ‘alat’ untuk memperkuat internal kekuasaan partai itu sendiri.
“Tentu ada beberapa catatan (di Kaltim), tapi harapan saya, SDA yang melimpah itu untuk kemasyahatan, tidak segelintir orang dan kelompok,” sebutnya.
Bawaslu Kaltim Menyambut Baik
Dari rentetan persoalan itu, Solihin menilai perlu adanya pengawasan untuk penyelenggaran Pemilu. Tanggung jawab pengawasan dimiliki penyelenggara hingga masyarakat. Ia mengatakan, pemilu perlu dikawal agar mengarah ke persoalan substansional.
“Semoga semakin baik, tidak hanya dilakukan secara prosedural tapi secara substansi agar ke depan politik elektoral berdampak untuk publik dan rakyat,” kata dia.
Ketua Bawaslu Kaltim, Hari Darmanto menyambut baik forum diskusi publik. Ia mengatakan pihaknya memiliki kepentingan kepada masyarakat sipil. Penegakan hukum disebut bukan peran pihaknya saja, melainkan ada kontribusi masyarakat pada proses penegakan hukum.
Ia menegaskan, dalam sebulan belakangan pihaknya banyak melakukan forum serupa dengan berbagai pihak. Baik dengan kelompok mahasiswa hingga yang terbaru dengan para jurnalis. Langkah ini disebut sebagai upaya untuk proses pemilu yang lebih baik.
“Kami harap dari forum-forum diskusi ini bisa sama-sama menggiring pemilu menjadi politik yang didalamnya terdapat transaksi pikiran,”terangnya. “Karena kecerdasan pemilih itu mempengarui kualitas pemilih.”
Hari mengakatakan, pihaknya mengkhawatirkan beberapa persoalan. Satu diantaranya termasuk berulang kali terjadinya money politic hlhingga politik identitas. Ihwal persoalan pendanaan politik yang bersumber dari industri SDA, hal ini bisa dilakukan masyarakat untuk melihat rekam jejak pemilih.
“Boleh jadi suatu saat, misalnya masyarakat membangun narasi politik soal ancaman sumber daya alam, untuk memantik kesadaran peserta pemilu untuk memikirkan juga isu-isu lingkungan,” tandasnya. (*)