Potensialnya Pertanian di Kaltim, Ratusan Ribu Ton Padi per Tahun dari Kutai Kartanegara
Pada 2019, Kalimantan Timur (Kaltim) mencatatkan peningkatan luas panen padi. Yang hampir 45 persen di antaranya terdapat di Kutai Kartanegara.
Samarinda, intuisi.co – Kutai Kartanegara termasuk penyumbang hasil minyak, gas, dan batu bara di Kaltim. Salah satu kabupaten yang membuat Bumi Etam dikenal sebagai provinsi kaya karena anugerah sumber daya alam melimpah. Namun keunggulan itu rentan jadi bumerang. Bumi Etam cenderung bergantung komoditas SDA tak terbarukan. Padahal sejumlah sektor sangat potensial dikembangkan. Termasuk pertanian.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, provinsi ini menghasilkan 253.818,37 ton padi pada 2019. Sebanyak 45 persen di antaranya, atau sebanyak 121.202,53 ton padi, berasal dari Kutai Kartanegara sebagai produsen padi tertinggi di Kaltim. Berbanding lurus dengan luas panen di Kukar mencapai 31.358,20 hektare (ha) atau nyaris 45 persen luas panen padi se-Kaltim.
Secara keseluruhan di Bumi Etam, luas panen padi pun mengalami peningkatan. Dari 64.961,16 ha pada 2018, menjadi 69.707,75 ha pada 2019. Namun di sinilah tantangannya. Realitanya, peningkatan luas panen padi tak diikuti produktivitas yang meningkat.
Pada 2018, produksi padi Kaltim justru lebih banyak dengan capaian 262.773,88 ton. Petani Kaltim rata-rata memanen 40,45 kuintal padi per ha. Sedangkan pada 2019 hanya 36,41 kuintal per ha.
Menurut Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kaltim Bakri Hadi, inilah pentingnya potensi pertanian di Bumi Etam harus dimaksimalkan. Termasuk mendorong para pemuda turut andil berkarya di pertanian. “Beberapa program seperti menanam padi tanpa air juga mesti dilakukan,” sebut Bakri Hadi, dikonfirmasi Selasa sore, 10 November 2020.
Dengan memaksimalkan potensi pertanian, Bakri Hadi yakin dominansi komoditas migas dan batu bara sebagai penggerak utama ekonomi Kaltim bakal tergantikan. Sejauh ini, ketiga sektor tersebut memang begitu dominan. Tergambar dalam struktur produk domestik regional bruto (PDRB) catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim. Kontribusinya bahkan mencapai 38,90 persen pada triwulan III 2020 ini. Sementara empat sektor lainnya mulai industri pengolahan 19,31 persen, konstruksi 10,11 persen, serta pertanian, kehutanan dan perikanan 9,02 persen.
Waktunya Lirik Sektor Lain
Tak terbarukannya ketiga komoditas tersebut, membuat Kaltim tak seharusnya terus-terusan bergantung sektor ekstraksi. Masih banyak komoditas lain bisa jadi sumber kekuatan ekonomi Benua Etam. Selain pertanian, ada pula kelautan, pajak lalu lintas sungai, hingga pariwisata
Sektor perikanan dan kelautan termasuk yang disebut belum tergarap maksimal. Padahal potensi komoditas laut sangat bisa diandalkan. Data terakhir, dalam sehari Kaltim bisa menghasilkan 70 ton hasil laut. Dengan wilayah penangkapan di pantai seluas 12 juta hektare, Bumi Etam memiliki potensi sumber daya ikan sebanyak 139.200 ton yang baru dimanfaatkan sekitar 40,94 persen.
“Coba saja perhatikan lobster, ikan tuna, udang, kerapu, tambak, itu masih sangat sedikit disentuh pemerintah untuk dijadikan usaha,” urai Bakri Hadi
Potensi lain ditangkap Bakri Hadi adalah aktivitas lalu lintas di wilayah Sungai Mahakam. Begitu banyak kapal-kapal lewat, baik domestik maupun dari luar negeri. Posisi Kaltim dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI II) mestinya jadi keuntungan. Penanda bahwa Kaltim begitu strategis di sektor kemaritiman. Meskipun dalam eksekusinya masih diperlukan regulasi jelas untuk mengatur hal tersebut.
Yang juga tak kalah menjanjikan di mata Bakri Hadi adalah pariwisata. Menurut Bakri, sektor ini sangat menarik dikembangkan. Pariwisata merupakan bisnis yang tak bisa ditinggalkan. Namun untuk memaksimalkannya, sangat diperlukan sentuhan serius investor, pemerintah, dan para pelaku usaha. Rumusan ideal mengelola lokasi wisata di Kaltim harus didapatkan. “Semua sistem yang dirasa menunjang sektor pariwisata bisa dikembangkan. Ingat, pasir pantai di Berau itu lebih enak dirasakan dibanding Bali, lho,” pungkasnya. (*)