Samarinda, intuisi.co – Pertambangan batu bara sudah bertahun-tahun menjadi penggerak utama ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim). Namun dalam praktiknya, tak sedikit kejahatan lingkungan yang ditimbulkan. Termasuk melahirkan aktivitas tambang emas hitam ilegal di provinsi ini.
“Itu fakta. Hingga sekarang banyak kasus illegal mining tak kunjung terselesaikan. Dan ini sudah menjadi rahasia umum,” ujar Ketua Umum Badko Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kaltimtara Abdul Muis saat diskusi Sinergisitas Peran Pemuda sebagai Pressure Group dalam Mengawal SDA Kaltim: Upaya Membongkar Kejahatan Illegal Mining, di Samarinda, 2 November 2020.
Sanksi aktivitas tambang ilegal diatur dalam Pasal 158 UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pelakunya diancam hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar. Di Kaltim, persoalan tambang ilegal sudah kerap dijumpai. Hingga memunculkan Satgas Tambang yang pada Juli 2016 dibentuk Polda Kaltim. “Kami menilai satgas tersebut minim prestasi dalam hal penindakan,” ungkapnya.
Pada 2018, Pemkot Samarinda juga membentuk satgas serupa. Namun hasilnya sama. Bahkan telah bubar tanpa ada kasus yang jelas. Sehingga, menurut Muis, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum belum optimal dalam memberantas tambang ilegal. Diskusi hari itu diharap menjadi warning agar entitas terkait segera merumuskan formula tepat mengatasi praktik tambang tanpa izin.
“Sehingga tidak ada lagi kecurigaan adanya kongkalikong antara pemerintah, aparat penegak hukum dalam melanggengkan aktivitas illegal mining di Bumi Etam,” tegasnya.
Sulit Dibedakan
Theresia Jari dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim juga menuturkan hal senada. Tambang ilegal ini sudah terjadi sejak lama di Kaltim. Ia mengambil contoh kasus mantan dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Mulawarman yang jabatannya dicopot karena menyalahgunakan kewenangan pada 2010 silam. Saat itu, APBD Kaltim digelontorkan sekitar Rp9 miliar untuk pembuatan sembilan laboratorium Faperta. Namun kawasan tersebut juga dimanfaatkan untuk mengambil batu bara. Mantan dekan Faperta itu dijerat hukuman penjara selama 1,5 tahun. Pun begitu dengan operator yang bekerja.
Menurut Theresia, praktik tambang batu bara memang sangat riskan. Aktivitas legal ataupun ilegal, sangat tipis perbedaannya. Bahkan mulai sulit dibedakan karena cara kerjanya sama. “Mau wewenangnya pindah ke mana pun, mereka tetap tidak serius. Tambang adalah mesin ATM bagi pemerintah yang kini berkuasa,” pungkasnya. (*)