HeadlineRagamSamarinda

Pre-Bunking Jadi “Senjata” Anyar Pewarta Hadapi Disinformasi

Era digitalisasi bikin informasi kian tak terbendung. Diperlukan sikap awas dalam menerima itu semua. Salah satunya ialah pre-bunking.

Samarinda, intuisi.coMetode pre-bunking menjadi salah satu cara untuk mengenali disinformasi atau misinformasi. Cara ini begitu ampuh bagi pewarta untuk menangkal kabar bohong atau fakenews sebelum menyebar luas ke masyarakat.

Itu sebabnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda bekerja sama dengan cekfakta.com, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), AMSI dan Google News Initiative mengadakan training pre-bunking di Samarinda pada 19-20 November 2022 di Hotel Horison.

Pelatihan dua hari ini diikuti 24 jurnalis dari Bontang, Samarinda dan Kutai Kartanegara. Sebagian besar berasal dari media daring atau online. Dan yang menjadi trainer kala itu adalah Nofiyatul Chalimah dari AJI Samarinda dan Bayu Wardhana dari independen.id.

Sebagian besar pewarta mengaku jika pre-bunking merupakan ihwal yang baru. Dan belum pernah mengikuti kegiatan serupa. Mitha Aulia dari Tribun Kaltim misalnya. Dia menyatakan, jika metode ini begitu berharga bagi jurnalis. Terutama saat berhadapan dengan data.

“Banyak tools bermanfaat yang diberikan untuk ungkap fakta,” tutur Mitha.

Berharap Training Pre-Bunking Terus Berlanjut

Demikian pula dengan Sapri Maulana, jurnalis dari Tempo. Dia menyebut pelatihan cek fakta sangat jarang dilakukan di Kaltim. Karenanya, kesempatan ini tak pernah ia lewatkan. Terlebih perhelatan pemilu juga di depan mata. Maka arus informasi juga makin banyak, demikian pula dengan hoaks. Sebagai pewarta, kemampuan cek fakta sangat dibutuhkan.

Pre-bunking jadi konsep baru buat media. Terlebih kerja-kerja jurnalistik sangat didukung. Semoga bisa terbentuk (wadah/institusi) cek fakta di Kaltim,” harapnya.

Trainer pre-bunking, Bayu menyebut saat ini kemampuan mengenali disinformasi dan kawan-kawannya sangat penting. Apalagi kini informasi banyak tersebar. Dengan adanya training ini wartawan diharapkan bisa mengembangkan kemampuannya dalam mengenali disinformasi, kemudian mereduksinya menggunakan tools yang ada seperti, Yandex, Google Image Reverse atau Facebook advanced search.

“Media massa haru bisa membangun kepercayaan masyarakat. Dengan training ini, hal tersebut bisa dilakukan. Jadilah pewarta dan media yang selalu berpihak dengan kebenaran,” tegasnya.

Nofiyatul ikut menambahkan, kehadiran hoaks sudah ada dari dulu dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hanya saja, dibalut berbagai tema berbeda. Banyak kerugian yang ditimbulkan akibat adanya misinformasi, disinformasi serta malinformasi.

“Salah satunya perpecahan masyarakat. Jadi harus ditangkal. Masyarakat diberikan pemahaman agar tidak mudah percaya dan menyebarkan berita hoaks,” pungkasnya. (*)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.