Revisi UU Minerba, Babak Baru Persoalan Tambang Batu Bara di Bumi Etam
Revisi UU 4/2009 tentang Minerba bakal membuat persoalan tambang batu bara di Kaltim semakin memburuk. Rakyat semakin jadi korban.
Samarinda, intuisi.co – Masa depan rakyat Kaltim dikhawatirkan bakal suram. Keresahan itu begitu menggema setelah Revisi UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) disahkan.
Dari delapan fraksi di DPR RI, hanya Fraksi Partai Demokrat menolak usulan revisi tersebut pada Selasa lalu, 12 Mei 2020. Kebijakan ini rentan memicu persoalan. Terutama bagi Kaltim sebagai daerah kaya sumber daya alam. “Bakal suram masa depan rakyat Kaltim,” sebut Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, dikonfirmasi Kamis, 14 Mei 2020.
Dengan kondisi yang ada sebelumnya, praktik pertambangan di Bumi Etam memang sudah banyak masalah. Hingga pemerintah tak maksimal menangani. Paling nyata ialah persoalan lubang bekas tambang hingga yang telah menelan banyak nyawa.
Sebagaimana catatan Jatam Kaltim, semenjak 2011 korban meninggal di lubang bekas tambang batu bara terus bertambah. Samarinda yang terbanyak ada 21 korban. Diikuti Kutai Kartanegara (Kukar) 13, serta masing-masing satu di Kutai Barat dan Penajam Paser Utara. Korban laki-laki ada 26 orang, perempuan sembilan, dan satu tak berhasil teridentifikasi.
Total 35 nyawa melayang di lubang tambang. Belum termasuk kejadian pada 22 Agustus 2019 dan 21 Februari 2020 yakni dua korban di kawasan konsesi tambang. Kedua korban tersebut tak masuk kasus tenggelam di lubang bekas tambang.
“Sampai sekarang persoalan ini tak ada titik terang. Padahal masuk kategori pelanggaran HAM (hak asasi manusia),” sesal Rupang.
Perizinan yang Masif
Lain masalah nyawa, lain lagi urusan izin tambang. Data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, izin tambang di Kaltim saat ini ada 5.137.875,22 hektare, alias 40,39 persen daratan provinsi ini. Terbangi menjadi dua. Yakni izin usaha pertambangan (IUP) serta perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).
Sebelum UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah berlaku, kewenangan penerbitan izin ada di tangan para bupati dan wali kota. Ketika itu ada 1.404 IUP diterbitkan dengan total luas 4.131.735,59 hektare. Sedangkan izin PKP2B dari pusat, ada 30 beroperasi di Kaltim. Total luasnya 1.006.139,63 hektare. Dari izin PKP2B terbesar di Indonesia, lima berada di Kaltim.
Masifnya izin tambang di Kaltim, mengakibatkan persoalan. Setidaknya ada 1.735 lubang bekas tambang batu bara menganga. Tersebar di berbagai kabupaten/kota. Kukar paling banyak. Terdata 842 lubang. Sedangkan Samarinda ada 349 lubang. Diikuti Kutai Timur dengan 223 lubang. Baik dari eks tambang maupun yang masih berproduksi.
“Ada pula izin tumpang tindih di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, catatan kami 44. Itu kok enggak dipidanakan. Memang sejak 2009 sampai sekarang, Kaltim tak pernah beranjak dari persoalan krisis tambang,” terangnya.
Makin Runyam
Revisi UU Minerba pun mengancam situasi yang ada menjadi semakin runyam. Sebelumnya, Pasal 165 UU tersebut mengamanatkan bahwa pejabat berwenang bisa dipidana jika menyalahgunakan kekuasaan untuk urusan izin. Celakanya, justru pasal itu yang bakal dihapus dalam revisi tersebut.
Perpanjangan izin PKP2B yang bisa otomatis tanpa harus melewati tahapan administrasi, juga menjadi ancaman besar. “Masih ada sejumlah pasal lain yang sangat merugikan. Lalu bagaimana dengan nasib Kaltim, sementara izin begitu banyak,” pungkasnya. (*)