Riwayat Lato-Lato, dari Amerika, Mendunia Hingga Dilarang Keras
Mendekati akhir 2022, permainan lato-lato viral. Sebagian besar dimainkan oleh anak-anak. Namun tahu gak mainan ini bukan dari Indonesia.
Samarinda, intuisi.co-Saban hari telinga warga makin karib dengan bunyi tok-tok atau kletek-kletek berulang kali. Dari depan rumah, jalan besar hingga gang sempit, suara dari permainan dengan nama lato-lato ini selalu terdengar.
Permainan itu sedang digemari dan viral di mana-mana karena cara mainnya yang unik. Lato-lato merupakan pendulum dengan dua bola pemberat yang terikat tali dengan cincin di atasnya. Dimainkan dengan cara diayun.
Jika kedua bola pemberat bersentuhan, akan timbul suara nok-nok yang terdengar keras. Di jagat maya, utamanya media sosial seperti Instagram dan TikTok banyak menampilkan video warga bermain lato-lato.
Bahkan ada yang nyeleneh memakai dua tabung gas melon. Usut punya usut permainan dua bola kecil ini tak berasal dari Indonesia. Kendati begitu, sejatinya permainan ini lintas generasi, sebab kelahiran 80-90an juga mengenal lato-lato.
Dihimpun intuisi.co dari berbagai sumber, sebenarnya lato-lato berasal dari Amerika dengan nama clackers. Populer di era 60-70an. Bagi anak-anak permaianan tersebut begitu menarik karena unik serta menantang. Namun tidak bagi dewasa karena suaranya berisik.
Kendati disebut bising, permainan dengan nama lain kato-kato atau nok-nok ini pernah dapatkan panggung kejuaraan dunia. Dihelat di Calcinatello, Brescia, Italia pada 1971 silam. New York Times kala itu sempat memberitakan dengan tajuk, “In Italy, Noisy Clackers Have Gone from Nuisance to Recognized Sport”.
Perlombaan ini diikuti oleh banyak peserta. Utamanya anak-anak dan remaja dari berbagai negara. Mulai Belanda, Belgia, Swiss, Inggris, hingga Kanada yang datang untuk membuktikan kemampuan mereka bermain clackers di mata dunia.
Meskipun kian digilai di kalangan anak-anak dan remaja, ternyata permainan ini mulai mendapat resistensi orang dewasa. Para dokter dan guru tidak begitu terkesan dengan mainan ini setelah serangkaian kecelakaan serius yang menakutkan dari lato-lato.
Gelombang Pelarangan Lato-Lato
Awalnya dua bola ini berasal dari bahan akrilik. Namun karena alasan keamanan, kemudian diganti plastik. Namun begitu, dugaan efek buruk meledak dalam serpihan seperti pecahan peluru terus digaungkan. Pada 1966, Food and Drug Administration (FDA) bahkan mengeluarkan peringatan terkait bahaya clackers.
Lembaga tersebut juga melakukan pengujian laboratorium guna mengetahui kecepatan gerakan dan potensi pecahan dari clackers. Hasilnya, permainan ini kemudian dilarang karena dianggap mengandung bahan kimia maupun radioaktif serta mudah terbakar.
Keputusan pelarangan yang diikuti penarikan produk dari pasaran ini didukung oleh banyak lembaga, termasuk Society for the Prevention of Blindness. Tetapi semua anak mengganggap langkah itu sebagai konspirasi dari orang dewasa karena mereka membenci suara lato-lato. Puncaknya pada 1974, Pemerintah AS menarik puluhan ribu clackers dari peredaran. Langkah itu diambil setelah beberapa kejadian anak terluka karena clackers.
Kepopuleran clackers secara internasional merambah ke Indonesia. Sekitar tahun 1990-an, mainan ini populer dimainkan oleh anak-anak Indonesia. Sempat meredup pada awal 2000 kemudian kembali digemari dua dekade kemudian atau pada akhir 2022 dengan nama lato-lato. Nama itu berasal dari Bahasa Bugis.
Namun demikian sejarah berulang, gelombang inhibisi atau pelarangan mulai menggema di berbagai daerah. Langkah ini diambil demi menghindari kebisingan selama berada di sekolah dan anak-anak bisa lebih fokus belajar. (*)