Peradaban Chimú Peru Tumbalkan Ratusan Anak karena El Niño
Arkeolog menemukan peradaban Chimu di Peru sarat praktik tumbal. Ratusan anak ditemukan tanpa jantung bersama hewan llama.
Samarinda, intuisi.co-Peradaban Chimú merupakan kultur yang berpusat di kawasan Chimor. Ibu kotanya berada di Chan Chan, Lembah Moche, Peru. Kebudayaan ini muncul sekitar tahun 900 sebelum masehi atau sebelum tamadun Inca yang tersohor itu.
Sayangnya, kerajaan ini ditaklukan oleh penguasa Inka Topa Inca Yupanqui pada 1470 (The Art and Architecture of Ancient America, 1962:247). Kampanye tersebut dilancarkan lima puluh tahun sebelum kedatangan bangsa Spanyol ke Amerika Selatan.
Itu sebab, penulis kronik Spanyol dapat membuat catatan sejarah mengenai kebudayaan Chimú dari orang-orang yang hidup sebelum masa penaklukan Inca. Menurut bukti arkeologis, Kerajaan Chimor berasal dari sisa-sisa kebudayaan Moche. Hal tersebut bisa dilihat dari tembikar Chimú yang mirip dengan Moche.
Catatan Peter Neal dan kawan-kawan dalam Encyclopedia of Prehistory 7: South America (2001) disebutkan bila kebudayaan Chimú menyembah bulan. Mereka meyakini bulan lebih kuat dari Mentari, yang diidolakan oleh peradaban Inca. Kendati demikian, kultur ini juga menyingkap fakta yang bikin geleng kepala.
Beberapa tahun terakhir, arkeolog dan peneliti menemukan fakta mengejutkan di kawasan Pampa La Cruz, Peru. Ya, ratusan tulang-belulang tanpa jantung ditemukan di daerah tersebut. Dugaan mengarah ke tumbal. Praktik tersebut memang lumrah kala itu. Dan ini terjadi sekitar 450 tahun lalu saat kebudayaan Chimú di puncak kejayaan.
Korban dari Peradaban Chimú Ditemukan Tanpa Jantung
John Verano, Profesor dari Departemen Antropologi Universitas Tulane, New Orleans menyatakan jasad-jasad yang ditemukan itu tanpa jantung. Sebanyak 76 jasad di antaranya punya tanda potongan transversal (tegak lurus) yang rapi sepanjang sternumnya (tulang dada). Dari situlah, para ahli menyimpulkan bagian dada para jasad itu dibuka dan jantungnya diekstraksi.
“Mereka dikubur dalam posisi memanjang, dengan kaki mengarah ke timur,” kata Verano seperti dilansir dari livescience.com.
Ekskavasi ini sendiri dimulai pada 2011 tatkala seorang warga setempat mendatangi Gabriel Prieto yang kala itu sedang meneliti kawasan pengorbanan tersebut. Dia merupakan asisten profesor bidang antropologi dari Universitas Florida. Sementara Verano bergabung tiga tahun kemudian.
Selama penggalian, para arkeolog menemukan 25 makam yang berisikan 323 anak-anak. Rerata usia 5-14 tahun. Mereka dikubur bersama llama. Hewan endemik dari Amerika Selatan. Penemuan terbesar terjadi pada 2019 lalu, sebanyak 140 tulang-belulang ditemukan bersama llama. Dan sebagian besar jantung mereka diambil.
“Ini adalah pengorbanan terbesar di dunia,” tambah Verano kemudian menambahkan, “Saya tidak pernah menyangka hal ini.”
Dikorbankan karena Anomali El Niño
Dilansir dari Andina, 76 kerangka ini ditemukan di dua tempat berbeda. Gundukan atau mound I dan II. Pertama ada 25 tulang-belulang ssementara 51 sisanya ditemukan di mound II. Berdasarkan temuan sejauh ini, kemungkinan masih banyak lagi pengorbanan anak yang menunggu untuk ditemukan di dekat Huanchaco.
“Jasad yang ditemukan dari mound I kemungkinan berasal dari periode tahun 1050 and 1100 hingga 1200,” imbuh Prieto.
Para peneliti meyakini pengorbanan massal ini bukan tanpa sebab. Dari hasil investigasi ditemukan jika anak-anak hingga remaja ini dikorbankan untuk meredakan amarah dewa, yang saat ini disebut dengan fenomena anomali iklim El Niño. Akibatnya banjir di mana-mana.
“Saya pikir alasan pengorbanan itu kemungkinan terkait peristiwa lingkungan seperti El Niño,” ujar Catherine Gaither, dari Universitas Metropolitan.
“El Niño merupakan siklus iklim di mana air hangat di Samudra Pasifik bergeser lebih dekat ke Amerika Selatan menyebabkan perubahan cuaca,” pungkasnya. (*)