Kutim Punya Potensi Besar Menjadi Lumbung Pangan di Kaltim
Lantaran punya lahan luas, Kutai Timur (Kutim) punya potensi mengembangkan padi sawah dan ladang. Bahkan menjadi salah satu yang terbesar di Kaltim.
Sangatta, intuisi.co–Sektor pertanian di Kutim bakal terus dikembangkan pemerintah. Pemkab Kutim melalui Dinas Pertanian dan Peternakan (Distannak) Kutim telah mengambil langkah strategis menggenjot hasil pertanian lokal.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim sepanjang 2020, sepuluh kabupaten/kota di Benua Etam punya kemampuan memproduksi beras. Meski demikian hanya lima daerah yang benar-benar mampu menghasilkan pangan dengan jumlah besar.
Urutan pertama ada Kutai Kartanegara dengan 119.318,9 ton; kedua Penajam Paser Utara 46.497,8 ton; Paser 44.909,1 ton; lalu Berau dengan 24.328 ton; dan Kutim di peringkat kelima dengan 16.697,5 ton.
Sementara posisi selanjutnya ada Samarinda yang bisa memproduksi 7,6 ribu ton GKG dalam setahun; Mahakam Ulu 1,3 ribu ton; Kutai Barat 1,3 ribu ton; Balikpapan 428 ton; dan Bontang berada di urutan terakhir dengan 368 ton.
Kepala Distannak Kutim, Dyah Ratnaningrum, mengatakan bahwa menjamin ketersediaan pangan adalah bagian dari tugas instansi yang ia pimpin. Program yang disiapkan pun telah tersusun rapi. Penguatan sektor pertanian dipastikan bakal berjalan sesuai koridor visi misi kepala daerah.
“Kami sudah memetakan daerah berpotensi (hasilkan) pangan besar,” ucap Dyah kepada intuisi.co pada Senin pagi, 8 November 2021.
Kaubun Paling Potensial di Kutim
Salah satu daerah dengan potensi produksi pangan terbesar adalah Kaubun. Kecamatan ini disebut lumbungnya padi di Kutim. Lantaran saban tahun komoditas beras padi sawah dari kawasan ini selalu surplus. Walaupun belum dapat memenuhi kebutuhan beras se-Kutim, namun Maret lalu Kaubun bisa hasilkan 290 sekali panen.
“Untuk (produksi) padi di Kaubun, akan kami analisis lagi. Apakah berpotensi menopang (kebutuhan pangan) di Kutim,” sebut Dyah.
Itu sebab, pihaknya akan mendata ulang jumlah lahan padi sawah, ladang hingga pertanian. Mulai dari kelurahan hingga kecamatan. Dengan demikian, statistik terbaru akan menopang visi food estate Kutai Timur ke depan.
“Data itu tentu akan memudahkan kami untuk menyiapkan rencana program yang dijalankan,” paparnya
Selain padi, lanjut dia, ada pula pisang yang masuk dalam komoditas ekspor. Lagi-lagi Kaubun menjadi primadona. Dan khusus pisah, Kecamatan Kaliorang ikut ambil bagian menjadi penghasil utama, disusul Sangkulirang. Kajian terhadap daerah penghasil pisang akan dilakukan sebagai bentuk pengembangan.
“Pisang sudah jadi komoditas ekspor. Sejauh ini pangsa pasarnya adalah Malaysia dan Brunei Darussalam. Di sana pisang diubah menjadi bubur bayi,” tuturnya.
Harga pisang pun semakin naik saat ini. Berkisar Rp3–5 ribu per sisirnya. Biaya perawatan yang mudah dan murah tentu jadi keunggulan lain dari komoditas ini. Diharapkan produktivitas pisang ini dapat terus dikembangkan dengan harapan hasilnya yang lebih maksimal.
“Kami juga akan siapkan langkah pengembangan. Terutama dengan menciptakan produk turunan. Harapannya juga bisa diterima di pasar lokal,” pungkasnya. (int02)