Samarinda, intuisi.co–Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP bakal sahih berlaku, setelah amar rapat paripurna mensahkan regulasi itu esok hari atau Selasa 6 Desember 2022.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pun mendesak DPR untuk menangguhkan pengesahannya dan memperbarui belasan pasal tersebut. Dengan demikian tugas perwarta bisa terlindungi.
Di Kota Tepian, AJI Samarinda mengirim dua karangan bunga ke Pemprov dan DPRD Kaltim sebagai bentuk penolakan rancangan beleid ini. Dua papan unjuk rasa itu diletakkan di depan institusi tersebut pada Senin 5 November 2022.
“Ini aksi simbolik penolakan kami atas RKUHP. Ada 19 pasal yang kami anggap karet. Itu harus dikoreksi,” ungkap Ketua AJI Samarinda, Noffiatul C.
Menurut Noffi, 19 pasal itu selain mengancam kebebasan pers, juga mengekang ekspresi publik. Sebab, sewaktu–waktu bisa dipakai penguasa untuk memenjarakan suara kritis dari warga lewat tulisan para pewarta.
Sebagai contoh, Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah. Lalu, Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
“Ada juga Pasal 598 dan Pasal 599 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan,” terangnya.
RKUHP Sudah Diteliti Akademisi
AJI bersama ahli dari Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Herlambang PW sudah menyisir pasal demi pasal dalam draf RKUHP versi 4 Juli 2022 dan menemukan 19 pasal itu karet atau multitafsir. Sehingga, bisa dipakai untuk memenjarakan orang karena kritik pemerintah.
“Hari ini seluruh AJI kota di Indonesia, aksi serentak menolak penundaan RKUHP,” tuturnya lagi.
Pada 30 November 2022, draf terbaru mengenai beleid tersebut telah diperbarui namun tidak ditemukan perubahan signifikan atas usulan koreksi itu. Untuk itu, pihaknya menolak pengesahan. Lebih lengkapnya silakan unduh di laman ini.
“Kami anggap pemerintah dan DPR RI memaksakan kehendak, padahal banyak aspirasi masyarakat belum diakomodasi dalam RKUHP, termasuk rekan-rekan pers,” terang dia.
Terpisah, Koordinator Divisi Advokasi AJI Samarinda, Zacharias Demondaton mengaku aksi kirim karangan bunga oleh AJI Samarinda ini dimaksud memberi tekanan kepada gubenur maupun para legislator untuk bersikap dan bersuara.
“Harusnya gubernur dan DPRD secara kelembagaan bersikap menolak, karena RKUHP ini mengancam kebebasan berekspresi masyarakat Kaltim,” tegas Zaki.
Oleh karena itu, kata dia, segala bentuk penolakan dari daerah harusnya disampaikan ke pemerintah pusat dan DPR RI oleh Gubernur maupun para pimpinan dewan di Karang Paci.
“Jika mereka diam saja, berarti mereka juga mengamini sewaktu-waktu ada warga Kaltim yang dipenjara pakai UU KUHP karena suara kritis ke penguasa,” tegas dia.
Setali tiga uang, Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi menuturkan hal senada. Dia menilai rencana pengesahan RKUHP terkesan dipaksakan alias terburu-buru. Karena itu sebaiknya ditunda.
“Justru RKUHP lebih kepada kepentingan pejabat dan oligarki. Selain itu banyak pasal karet bermasalah dan merugikan kepentingan rakyat,” pungkasnya. (*)