Samarinda, intuisi.co – Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Ananda Emira Moeis, menanggapi laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai angka kemiskinan nasional dan regional. Berdasarkan data per September 2024, tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 8,57 persen, atau setara dengan 24,06 juta jiwa.
Sementara itu, Kaltim mencatatkan angka kemiskinan sebesar 5,51 persen, mengalami penurunan 0,27 persen dibandingkan periode Maret 2024.
Dengan capaian tersebut, Kaltim menempati posisi kesembilan sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan terendah di Indonesia, sekaligus termasuk dalam 18 provinsi yang berhasil mencatatkan pengurangan kemiskinan melebihi rata-rata nasional.
Namun, Ananda mengingatkan bahwa penurunan angka kemiskinan tidak serta merta mencerminkan realitas di lapangan.
“Statistik memang penting sebagai indikator pembangunan, tapi kita tidak boleh terpaku hanya pada angka. Di balik data itu, masih ada persoalan kesenjangan yang nyata,” ujarnya, pada Minggu (29/6/2025).
Menurutnya, meski sebagian wilayah berhasil keluar dari kategori kemiskinan ekstrem, tantangan seperti akses pendidikan, layanan kesehatan, pekerjaan layak, dan kepemilikan aset masih belum merata.
“Kita perlu melihat siapa yang tertinggal, di mana mereka berada, dan apa penyebab ketertinggalannya,” tambahnya. Ia juga menekankan bahwa Kaltim, sebagai calon ibu kota negara, memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk menjadi teladan dalam pembangunan yang inklusif.
“Kaltim harus menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi bisa sejalan dengan keadilan sosial,” katanya.
Dalam konteks pengawasan, DPRD Kaltim terus memantau efektivitas berbagai program penanggulangan kemiskinan. “Kami memahami bahwa data BPS menggunakan metode sampling, bukan potret keseluruhan secara mikro. Namun, dari situ kita bisa mengukur arah kebijakan dan menyesuaikan program yang tepat sasaran,” tambahnya.
Ia mencontohkan sejumlah program prioritas daerah seperti pendidikan gratis, layanan kesehatan tanpa biaya, dan bedah rumah.
“Semua ini dirancang untuk menjawab ketimpangan yang ada. Pendidikan memang tidak langsung menjamin pekerjaan, tapi membuka pola pikir yang lebih maju,” tegasnya.
Lebih jauh, Ananda juga menyinggung soal infrastruktur sebagai faktor penentu kesejahteraan.
“Coba lihat jalan dari Samarinda ke Kutai Barat. Waktu tempuh delapan jam akibat jalan rusak berdampak pada biaya logistik yang tinggi. Itu berpengaruh langsung ke harga barang dan beban hidup masyarakat,” ungkapnya.
Menutup pernyataannya, Ananda menekankan pentingnya pelaksanaan program secara konsisten.
“Kami di DPRD akan terus menjalankan fungsi pengawasan agar program yang sudah baik ini bisa dijalankan dengan efektif dan efisien. Dengan target yang sudah ditetapkan dalam RPJMN, kita semua dituntut untuk bekerja lebih serius dalam menurunkan angka kemiskinan,” pungkasnya. (adv/rfh/ara)