Samarinda, intuisi.co – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Damayanti mengungkapkan kekhawatirannya terkait semakin seringnya banjir terjadi di berbagai wilayah di Kaltim. Ia menilai penyebab utama banjir ini adalah berkurangnya kawasan resapan air karena banyak lahan yang dialihfungsikan menjadi permukiman.
Alih fungsi lahan di Kaltim, khususnya di daerah hulu, diduga menjadi salah satu penyebab genangan tinggi yang sering terjadi beberapa waktu belakangan. Perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi area pertambangan atau perkebunan, mengurangi daya serap tanah terhadap air hujan, sehingga meningkatkan risiko banjir.
Hutan memiliki peran penting dalam menyerap air hujan. Ketika hutan ditebang dan dialihfungsikan menjadi area pertambangan atau perkebunan, daya serap tanah berkurang drastis. Pembukaan lahan yang tidak terkendali juga dapat menyebabkan erosi tanah. Erosi ini menghasilkan sedimen yang terbawa aliran air dan menumpuk di sungai, menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai.
Alih fungsi lahan juga dapat mempengaruhi sistem drainase alami. Lahan yang seharusnya menjadi area resapan air kini menjadi area terbangun atau area pertambangan, sehingga air hujan sulit untuk mengalir dengan baik dan menyebabkan banjir.
Damayanti, yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PKB, menjelaskan bahwa sejumlah daerah yang sebelumnya bebas banjir kini mulai terdampak karena perubahan penggunaan lahan yang tidak memperhatikan fungsi ekologis.
“Misalnya, perumahan WIKA yang dulu tidak pernah mengalami banjir, sekarang justru sering terendam. Hal ini terjadi karena wilayah yang semula merupakan perbukitan kini telah menjadi area perumahan,” jelasnya pada Jumat (6/6/2025).
Fenomena serupa juga ditemukan di beberapa lokasi lain di Kaltim, di mana daerah-daerah yang dulu berperan sebagai daerah resapan kini tertutup bangunan dan menjadi kawasan padat penduduk.
Damayanti menegaskan bahwa pertumbuhan pembangunan di Kaltim harus selaras dengan upaya pelestarian lingkungan agar risiko banjir dapat ditekan.
“Kami mendukung pembangunan, tapi harus ada perhatian serius terhadap aspek lingkungan dan tata ruang yang berkelanjutan,” tegasnya.
Dia juga mengingatkan pemerintah daerah dan instansi terkait agar lebih ketat dalam proses perizinan pembangunan, terutama yang berpotensi menghilangkan fungsi resapan air alami di wilayah tersebut. “Pengawasan dan peninjauan perizinan harus diperketat agar banjir tidak semakin meluas,” pungkas Damayanti. (adv/rfh/ara)