Tenggarong, intuisi.co – Matahari mulai meninggi, dan antrean panjang terlihat di depan kantor Kelurahan Loa Ipuh. Warga dari berbagai RT datang dengan berkas di tangan, menunggu giliran untuk mengurus administrasi. Di antara mereka, Andi Wahyuni, warga RT 45, mengeluhkan lamanya proses pelayanan. “Jumlah penduduk di sini sangat besar. Kami sering menunggu berhari-hari untuk hal yang sebenarnya bisa selesai lebih cepat,” ujarnya.
Dengan jumlah penduduk mencapai 40 ribu jiwa dan 77 Rukun Tetangga (RT), beban administrasi di Kelurahan Loa Ipuh telah melampaui kapasitas normal. Kondisi ini mendorong pemerintah Kecamatan Tenggarong dan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kukar untuk memulai kajian pemekaran wilayah. Rencana ini bukan hanya untuk mengurangi beban administrasi, tetapi juga mengoptimalkan pelayanan publik yang selama ini dirasa kurang maksimal.
Camat Tenggarong, Sukono, menegaskan pentingnya proses pemekaran yang matang. “Kami sedang dalam tahap kajian. Ini bukan proses yang bisa dilakukan terburu-buru. Kajian BRIDA mencakup analisis demografi, infrastruktur, hingga penyesuaian batas wilayah,” jelas Sukono pada Selasa (3/12/2024).
Kelurahan Loa Ipuh menjadi salah satu kelurahan dengan beban kerja tertinggi di Tenggarong. Jumlah RT yang mencapai 77 membuat distribusi pelayanan tidak merata, terutama di area yang lebih padat. Menurut Sukono, kondisi ini sering menyebabkan keterlambatan dalam pengurusan dokumen penting seperti KTP, akta kelahiran, hingga surat keterangan lainnya.
“Pemekaran adalah solusi terbaik untuk memastikan pelayanan lebih cepat dan merata. Tapi tentu saja, ini memerlukan waktu dan persiapan yang matang,” tambahnya. Sukono juga menyebutkan bahwa pembentukan kelurahan baru nantinya membutuhkan anggaran, sarana, dan personel yang cukup untuk memastikan kelurahan baru bisa langsung beroperasi dengan baik.
Bagi masyarakat Loa Ipuh, pemekaran bukan sekadar wacana, tetapi sebuah harapan nyata. Dukungan penuh terlihat dari antusiasme warga. “Kami ingin pembagian administrasi lebih adil. Kalau ada kelurahan baru, proses pelayanan pasti lebih cepat,” ujar Andi Wahyuni, yang mewakili suara banyak warga lainnya.
Namun, tantangan besar tetap ada. Selain memastikan kesiapan administrasi, penyesuaian batas wilayah sering menjadi isu yang memerlukan diskusi panjang. Sukono menggarisbawahi pentingnya partisipasi semua pihak dalam proses ini, termasuk masyarakat, pemerintah daerah, dan DPRD Kukar.
Kajian BRIDA akan menjadi dasar utama bagi pemerintah untuk membawa usulan ini ke meja pembahasan DPRD Kukar. Dengan regulasi yang tepat, pemekaran ini diharapkan menjadi langkah strategis dalam pemerataan pembangunan dan pelayanan publik di Kutai Kartanegara.
“Pemekaran ini bukan sekadar memisahkan wilayah, tetapi memastikan bahwa kelurahan baru yang terbentuk bisa mandiri dan berkembang. Kami optimis ini akan membawa perubahan besar,” tutur Sukono.
Bagi Sukono dan masyarakat Loa Ipuh, pemekaran ini adalah langkah untuk menjawab kebutuhan yang sudah lama dirasakan. “Ini adalah upaya untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Kami berharap proses ini berjalan lancar, dan semua pihak mendukung demi kesejahteraan bersama,” pungkasnya.
Jika terealisasi, pemekaran Kelurahan Loa Ipuh akan menjadi contoh sukses bagaimana pemerintahan lokal dapat menjawab kebutuhan warga dengan solusi yang konkret. Di tengah tantangan administrasi yang berat, harapan baru sedang dirajut untuk kehidupan yang lebih baik. (adv)