Bukan Mitos Belaka, Kajian Ilmiah Benarkan Makan dengan Tangan Terasa Lebih Enak
Bukan mitos belaka, penelitian ini ungkap alasan makan dengan tangan terasa lebih enak. Tapi tak pengaruh bagi yang terbiasa rakus.
Samarinda, intuisi.co – Mengonsumsi makanan tanpa sendok atau langsung dengan tangan, adalah hal lumrah di Indonesia. Dan sebuah studi turut menyebut pola tersebut membuat makanan terasa lebih enak. Namun tahukah Anda, hal itu juga memicu nafsu untuk memakan jadi lebih banyak?
Di Indonesia, memakan langsung dengan tangan merupakan sebuah tradisi. Hal yang telah terjadi turun-temurun. Menjadi salah satu khas dari bangsa ini. “Di Sumatra dan Jawa sama-sama makan pakai jari tangan. Jari sepuluh. Kebiasaan ini ada kaitannya dengan tradisi makan nasi bungkus,” sebut Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Ir Murdijati Gardjito soal budaya memakan dengan tangan seperti dikutip dari laman media online Kumparan.
Bila dilihat lebih dalam, tradisi tersebut tentu bukan terjadi begitu saja. Bisa jadi bukan karena keterbatasan alat makan pada masa lampau. Melainkan juga, karena makan dengan tangan yang ternyata lebih nikmat. Bukan sekadar sensasi, tapi secara alami yang dirasakan oleh otak.
Seperti dilansir dari Daily Mail, para ilmuwan menilai memakan langsung dengan tangan, memicu persepsi sensorik di otak. Bahkan sebelum makanan sampai ke mulut, dengan menyentuhnya membuat otak menilai makanan tersebut lebih enak.
Meski demikian, para peneliti mendapati efek tersebut hanya berlaku terhadap orang yang terbiasa membatasi diri dengan makanan. Sedangkan orang yang cenderung memakan apapun yang diinginkan, tak bakal merasakan bedanya.
Tak Pengaruh untuk yang Rakus
Stevens University dari New York, meminta 45 relawan menatap ke sebuah potongan keju, sebelum mengambil dan memakannya. Setengah partisipan mengambil makanan tersebut menggunakan cocktail stick sementara setengahnya lagi mengambil dengan jari.
Partisipan yang membatasi pola makannya, mengakui keju tersebut terasa lebih enak setelah diambil dengan tangan. Namun hal ini tak terlihat terhadap mereka yang tak membatasi pola makan. Bahkan meski keju dinikmati langsung dari tangannya.
Pada eksperimen kedua, sebanyak 145 mahasiswa dibagi dalam dua kelompok. Grup pertama diberi sugesti perihal diet dan menghindari makan banyak untuk terus fit dan sehat. Sementara grup lainnya diminta tak perlu mengkhawatirkan berat badan dan menikmati makanan-makanan enak dalam hidupnya.
Lalu para partisipan diberikan masing-masing empat donat. Setengah relawan dilengkapi cocktail stick sementara sisanya tidak.
Sebagaimana eksperimen pertama, para partisipan diminta kembali memandangi makanan di hadapannya. Dan kelompok yang diminta mengontrol pola makannya, tampak begitu antusias dengan donat-donat tersebut setelah disentuh dengan tangan.
Adapun pada studi ketiga, 77 orang diberikan masing-masing 15 potongan keju. Sambil diminta mengisi formulir, ke-77 volunter dipersilakan memakan keju seinginnya.
Dan dalam pola ini, kelompok yang mengontrol pola makannya, mengonsumsi keju jauh lebih banyak ketimbang yang memakan dengan garpu. Yakni tujuh berbanding empat.
Sedangkan kelompok yang tak membatasi pola makan, mengonsumsi sekitar enam potong keju ketika menggunakan garpu. Berbanding empat saat mengonsumsi dengan menggunakan tangan.
“Ini efek yang menarik. Studi yang sederhana namun bisa mengubah sudut pandang orang-orang dalam mengevaluasi produknya,” sebut pemimpin penelitian tersebut, Profesor Adriana Madzharov.
“Kedua kelompok tampak tak memroses sensor informasi dengan cara yang sama. Untuk orang yang biasa mengontrol konsumsi makanannya, menyentuh secara langsung memicu respons sensorik untuk meningkat. Membuat makanan lebih menarik dan diinginkan.”
Hasil dari studi tersebut, telah diterbitkan dalam Journal of Retailing. (*)