Dirjen Bina Keuangan Daerah Puji Realisasi APBD Kukar 2022
Dirjen Bina Keuangan Daerah mengapresiasi Kukar yang memiliki realisasi pendapatan APBD 2022 tertinggi ketiga se-Indonesia.
Tenggarong, intuisi.co—Kutai Kartanegara menjadi kabupaten dengan realisasi pendapatan APBD 2022 tertinggi ketiga se-Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fathoni, saat menghadiri Ngapeh Hambat yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara pada Senin, 15 Mei 2023.
Ngapeh Hambat adalah acara yang bertujuan untuk membahas strategi percepatan pembangunan melalui optimalisasi penyerapan APBD 2023. Fathoni mengatakan bahwa pencapaian Kutai Kartanegara patut dibanggakan, meskipun masih perlu perbaikan di beberapa aspek.
“Kita harus menulis dari sisi mana sih, dari sisi pribadi atau dari orang ketiga. Setiap tulisan seharusnya satu angle,” kata Fathoni.
Salah satu aspek yang perlu ditingkatkan adalah realisasi belanja APBD 2022. Kutai Kartanegara hanya menempati urutan ke 5 tingkat kabupaten/kota se Kalimantan Timur dengan prosentase 81,76 persen. Fathoni meminta agar pemerintah daerah tidak takut dalam menggunakan anggaran asalkan sesuai dengan aturan dan regulasi yang berlaku.
Fathoni juga mengakui bahwa Kutai Kartanegara merupakan kabupaten yang populer sejak otonomi daerah karena memiliki potensi dan APBD yang sangat besar. Berdasarkan data, APBD Kukar saat ini mencapai Rp 7,7 triliun dan diperkirakan akan meningkat menjadi Rp 10 triliun dalam waktu dekat.
“Kita harus banyak berdoa ya agar ini bisa terealisasi,” kata Fathoni.
Sementara itu, Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah mengucapkan syukur karena pendapatan Kukar mengalami peningkatan yang signifikan. Ia berharap agar APBD Perubahan 2023 bisa disahkan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
“Ini yang kami mintakan solusinya kepada pak Dirjen dan jajaran bagaimana solusi terhadap kondisi seperti ini,” ujar Edi Damansyah.
Edi Damansyah juga menekankan pentingnya optimalisasi kegiatan pada tahun anggaran berjalan. Ia mengakui bahwa ada beberapa kelemahan dalam proses perencanaan yang berdampak pada penyerapan APBD yang masih minim.
“Komitmen kita bagaimana terus bekerja cepat dan tetap memperhatikan norma yang menjadi pedoman, baik perencanaan, pelaksanaan dan mandatori spending,” pungkasnya. (*)