DPRD Kaltim Desak Evaluasi Aktivitas Tambang Penyebab Banjir

intuisi

31 Mei 2025 17:07 WITA

banjir
Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Syarifatul Sya’diyah. (Kontributor intuisi.co)

Samarinda, intuisi.co – Banjir yang kembali menerjang sejumlah wilayah di Kalimantan Timur (Kaltim) mengundang kekhawatiran mengenai pengelolaan lingkungan, khususnya terkait aktivitas pertambangan yang diduga memperburuk kondisi alam di Benua Etam.

Selain banjir yang merendam ribuan jiwa pada lima kecamatan, longsor juga melanda Samarinda dan menyebabkan empat orang meninggal dunia. Banjir besar juga memicu gorong-gorong jebol diikuti amblesnya Jalan HAM Rafiddin yang merupakan jalan nasional.

Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim mencatat, badan jalan yang ambles terdapat di dua jalur sepanjang 15 meter dengan lebar 14 meter. Kedalaman amblesan sekitar 2,5 meter. Salah satu jalan penghubung Kota Samarinda dengan Balikpapan dan daerah lain ini terputus dan tak bisa dilewati.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Syarifatul Sya’diah menyampaikan bahwa bencana banjir kali ini tidak hanya dipicu oleh curah hujan yang ekstrem, melainkan juga dampak dari kerusakan lingkungan yang terkait dengan kegiatan tambang legal di kawasan tersebut.

“Curah hujan yang tinggi di daerah hulu memang berkontribusi, namun aktivitas pertambangan yang berjalan resmi ternyata juga memberi pengaruh negatif terhadap lingkungan,” ujarnya, Sabtu (31/5/2025).

Ia menambahkan bahwa fenomena banjir yang terjadi saat ini tidak hanya terbatas di Kalimantan Timur, melainkan juga menyerang wilayah Kalimantan Utara dan Kota Samarinda.

Hal ini menunjukkan kerusakan ekosistem sudah semakin luas dan membutuhkan penanganan yang terintegrasi.

“Banjir bukan sekadar bencana alam biasa, tetapi merupakan cerminan bagaimana pengelolaan sumber daya alam yang harus diperbaiki. Pemerintah provinsi perlu mengambil langkah serius untuk meninjau ulang perizinan tambang yang ada,” tegas Syarifatul.

Pengawasan ketat terhadap kegiatan pertambangan dianggap penting agar dampak negatif terhadap lingkungan bisa diminimalisasi dan masyarakat tidak terus menjadi korban dari kebijakan yang kurang berpihak pada kelestarian alam.

“Tambang yang dioperasikan tanpa memperhatikan aspek lingkungan berpotensi menimbulkan bencana yang lebih parah ke depan. Pengelolaan tambang harus mengedepankan prinsip ramah lingkungan,” tambahnya.

Syarifatul berharap pemerintah daerah, terutama di tingkat provinsi, dapat menyusun kebijakan tambang yang seimbang antara kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Langkah konkret berupa evaluasi izin tambang dan penerapan regulasi ketat sangat diharapkan agar kegiatan pertambangan tidak lagi menjadi pemicu utama bencana banjir dan tanah longsor di wilayah ini. (adv/rfh/ara)

Ikuti berita-berita terbaru Intuisi di Google News!