Sorotan

Drama Panjang Relokasi Warga Bantaran SKM, Listrik dan Air PDAM Segera Dicabut

Pemkot Samarinda mulai menerapkan langkah persuasif dalam program relokasi warga bantaran SKM di RT 28 Kelurahan Sidodadi, Samarinda Ulu.

Samarinda, intuisi.co – Ratusan bangunan di sempadan Sungai Karang Mumus (SKM) di RT 28 Kelurahan Sidodadi, Samarinda Ulu, mestinya sudah terbongkar. Namun realita di lapangan masih berdiri tegak. Langkah tegas pun mengemuka.

Semula, 234 bangunan tersebut dijadwalkan pembongkaran pada 25 Juni 2020. Namun hingga saat ini, masih tak ada pergerakan. Waktu pasti pembongkaran molor hingga hampir dua pekan.

“Kami akan mengatur ulang jadwal untuk pembongkaran,” sebut Sekretaris Kota Samarinda, Sugeng Chairuddin, pada rapat koordinasi di Balai Kota, Senin, 29 Juni 2020.

Adapun penyebab melesetnya  jadwal pembongkaran, lantaran warga dan Pemkot Samarinda belum sepakat soal dana pindah. Hingga akhirnya memunculkan jadwal baru pada Senin pekan depan, 6 Juli 2020.

Menyikapi warga yang belum bersedia, Sugeng mengungkapkan cara persuasif yang ditempuh Pemkot. Yakni dengan pemutusan aliran listrik dan air PDAM. Ia menegaskan pola ini merupakan cara persuasif. Bukan represif. “Tiga hari ke depan sambungan listrik dan air di sana (RT 28) segera diputus. Bangunannya mulai kami bongkar 6 Juli,” sebutnya. 

Pemkot Samarinda telah berkoordinasi dengan PLN dan PDAM soal hal ini. Dengan metode tersebut, diharapkan warga RT 28 bisa memahami dan segera membongkar bangunannya sendiri. Mengingat lahan tersebut memang milik pemerintah.

Praktis Pemkot memiliki kekuatan untuk bertindak tegas. Terlebih dengan kondisi dikejar waktu demi proyek pembangunan pagar di bibir sungai oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) III Kalimantan. “Tahap awal, kami akan bongkar baliho-baliho tepi jalan, lalu lanjut ke rumah sewaan,” terangnya. 

Adapun penghitungan tim appraisal memunculkan angka Rp3,09 miliar untuk warga RT 28 sebagai kompensasi relokasi tersebut. Mengacu aturan, angka ini mestinya tak dapat ditawar lagi. Bahkan di antaranya ada yang menerima sampai Rp76 juta karena memiliki 17 pintu rumah sewaan.

“Sebenarnya sudah keterlaluan mengingat ada usaha rumah sewa di tanah pemerintah tapi tak ada kontribusi untuk Pemkot. Saya ada pegang salinan sertifikat kalau tanah itu milik pemerintah,” pungkas Sugeng. (*)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.