Samarinda, intuisi.co- Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim) pada 2025 akan mengalami perlambatan. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) diprediksi berada di kisaran 5,4–6,2 persen, sedikit menurun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 6,17 persen year on year (yoy).
Kepala Kantor Perwakilan BI Kaltim, Widi Budihartanto, mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi kondisi ini adalah sektor pertambangan. Pada 2024, sektor ini menyumbang sekitar 40 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Kaltim, namun permintaan ekspor batu bara mengalami perlambatan.
“Permintaan ekspor batu bara Kaltim dari negara mitra dagang saat ini memang melambat,” ujar Widi pada Kamis (20/3/2025).
Salah satu negara tujuan utama ekspor batu bara Kaltim adalah Cina. Namun, aktivitas industri di Negeri Tirai Bambu itu saat ini tengah lesu akibat kebijakan peningkatan tarif dagang dari Amerika Serikat. Kondisi ini berimbas pada permintaan batu bara dari Kaltim yang ikut melemah.
“Persaingan dengan negara lain juga menjadi pemicu, seiring harga batu bara Indonesia yang dianggap kurang kompetitif,” lanjutnya.
Selain tekanan dari pasar ekspor, faktor internal juga turut mempengaruhi kinerja sektor tambang. Perubahan regulasi, termasuk kebijakan kuota produksi dan harga patokan yang diterapkan pemerintah, membuat beberapa perusahaan tambang harus menyesuaikan strategi bisnis mereka. Hal ini juga berdampak pada investasi di sektor tersebut, yang cenderung lebih berhati-hati dalam menggelontorkan dana.
Pertumbuhan Ekonomi Kaltim
Meskipun menghadapi tekanan, perdagangan batu bara di Kaltim masih diprediksi tetap tumbuh positif. Beberapa negara seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Thailand masih menunjukkan minat terhadap komoditas ini. Selain itu, permintaan domestik juga diperkirakan tetap tinggi seiring insentif tarif listrik yang diberlakukan pemerintah pada awal tahun.
“Lainnya ialah ada permintaan batu bara domestik yang juga diprakirakan masih cukup kuat seiring implementasi kebijakan insentif pemerintah untuk tarif listrik di awal tahun,” jelasnya.
Di tengah perlambatan di sektor pertambangan, BI optimistis ekonomi Kaltim tetap tumbuh didorong oleh beberapa sektor lain, seperti industri pengolahan, pertanian, dan konstruksi. Operasional kilang minyak terbesar di Indonesia, RDMP RU V Balikpapan, yang dijadwalkan beroperasi pada triwulan III 2025, diyakini akan menjadi pendorong utama bagi industri pengolahan.
Selain itu, implementasi kebijakan bahan bakar nabati B40 diperkirakan meningkatkan produksi crude palm oil (CPO) di Kaltim untuk memenuhi kebutuhan domestik. Produksi industri turunan kelapa sawit juga berpotensi mengalami lonjakan seiring membaiknya kondisi cuaca yang mendukung ketersediaan bahan baku.
Sektor pertanian juga diproyeksikan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Kebijakan pemerintah pusat, seperti peningkatan alokasi anggaran untuk pupuk bersubsidi serta penguatan infrastruktur pertanian, diyakini akan memberikan dampak positif terhadap produksi pangan di Kaltim. Dengan meningkatnya hasil pertanian, rantai pasok komoditas pangan diharapkan lebih stabil dan mampu menopang perekonomian daerah.
Sementara itu, sektor konstruksi juga diprediksi tetap tumbuh, terutama dengan target investasi Kaltim 2025 yang mencapai Rp79,86 triliun, lebih tinggi dari realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp76,3 triliun. Mega proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) turut menjadi faktor yang akan mendongkrak aktivitas konstruksi di daerah tersebut.
Pembangunan infrastruktur pendukung di kawasan IKN, seperti jalan tol, fasilitas umum, dan hunian bagi pekerja, akan mendorong sektor konstruksi semakin berkembang. Hal ini juga diperkirakan akan menciptakan efek berantai pada sektor lain, seperti jasa dan perdagangan, yang turut merasakan dampak positif dari meningkatnya aktivitas pembangunan.
“Ketiga sektor tersebut diprakirakan akan memberikan andil paling besar pada pertumbuhan ekonomi Kaltim tahun 2025,” tutupnya. (*)