Samarinda, intuisi.co – Situasi iklim global bakal bersalin setelah beberapa bulan mengalami dampak La Nina. Kini wilayah Samudra Pasifik memasuki fase netral El Nino/Southern Oscillation (ENSO). Fase ini menandai transisi dari kondisi iklim ekstrem menjadi pola yang lebih stabil, meskipun tetap menghadirkan tantangan dalam prediksi cuaca.
ENSO sendiri merupakan fenomena anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik, yang dikenal melalui dua fase utama: El Nino dan La Nina. El Nino merupakan fase hangat, ketika suhu permukaan laut meningkat di atas rata-rata, sementara La Nina adalah fase dingin dengan suhu yang lebih rendah dari biasanya.
Namun, pada fase netral, suhu permukaan laut tidak cukup hangat untuk disebut El Nino dan juga tidak cukup dingin untuk dikategorikan La Nina. Kondisi ini, menurut Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA), akan bertahan setidaknya hingga musim gugur 2025 di Belahan Bumi Utara.
“Kami dapat mengatakan dengan yakin bahwa kondisi La Nina telah berakhir,” ujar NOAA, seperti dikutip dari IFL Science.
Para ahli meteorologi menilai fase netral ENSO justru menghadirkan tantangan baru dalam memprediksi cuaca. Tanpa sinyal kuat dari El Nino atau La Nina, peramal cuaca dihadapkan pada kelemahan dalam membuat prediksi jangka panjang.
“Para peramal cuaca senang dengan adanya El Nino dan La Nina karena dapat memberikan beberapa informasi yang berguna beberapa bulan sebelumnya,” lanjut NOAA.
Meski demikian, NOAA memastikan bahwa berbagai metode ilmiah terus digunakan untuk menggali data dan memahami pola cuaca yang terjadi di tengah kondisi netral ENSO.
Situasi Iklim Global 2025?
Di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga mengonfirmasi bahwa fenomena La Nina telah berakhir, dan wilayah Samudra Pasifik kini memasuki fase ENSO netral.
Berdasarkan pemantauan suhu muka laut pada Maret 2025, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menyatakan bahwa musim kemarau tahun ini akan berlangsung normal.
“Tidak ada dominasi iklim global seperti El Nino, La Nina, dan IOD (Indian Ocean Dipole) sehingga prediksi kami iklim (global) tahun ini normal,” jelas Ardhasena.
Kendati demikian, beberapa wilayah Indonesia diperkirakan mengalami curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya, meskipun secara umum kondisi kemarau tidak akan sekering tahun 2023.
“Musim kemarau tahun 2025 cenderung mirip dengan kondisi tahun 2024,” tambah Ardhasena.
Dengan kondisi iklim global yang netral, prediksi cuaca akan lebih bergantung pada analisis mendalam dan data terkini. Meskipun tanpa anomali besar dari El Nino atau La Nina, tantangan bagi para ahli meteorologi tetap besar untuk menjaga akurasi prediksi cuaca demi mitigasi bencana dan keberlangsungan aktivitas masyarakat. (*)