Sorotan

Jalan Tengah Menyikapi Mangrove Delta Mahakam yang Berkurang 3 Ribu Hektare per Tahun

Aktivitas ekonomi masyarakat Delta Mahakam di sektor perikanan berkontribusi besar menggerus hutan mangrove di kawasan tersebut.

Muara Badak, intuisi.co-Delta Mahakam merupakan delta terbesar di Indonesia dengan estimasi luas 150.000 hektare. Semula, kawasan tersebut didominasi ekosistem mangrove yang tercipta secara alami. Sayang, lebih setengah kawasannya telah mengalami deforestasi serius.

Deforestasi di Delta Mahakam mengemuka dari hasil analisis perubahan tutupan lahan di Kaltim selama 2006-2016. Secara lebih luas, penyebab terbesar deforestasi di Kaltim adalah perkebunan kelapa sawit yang mencapai 576.188 hektare atau 51 persen. Diikuti hutan tanaman, 156.000 hektare atau 14 persen.

Namun yang mencolok, aktivitas tambak dengan 1 persen kontribusi deforestasi di Kaltim seluas 11.046 hektare, dari beberapa penelitian didapati mengokupansi 54—70 persen luas Delta Mahakam. Mencakupi tutupan area sekitar 60.000-63.000 hektare hutan mangrove menjadi tambak.

Laporan Badan Perencana dan Pembangunan Daerah Kutai Kartanegara pada 2003 menunjukkan 107,221 hektare daratan Delta Mahakam telah diokupansi 10.645 tambak tradisional seluas 57.912 hektare atau 54 persen dari luas daratan. Rata-rata tambak memiliki luas 5,4 hektare.

Dua tahun kemudian, DKP Kukar mendata luas tambak di kawasan tersebut meningkat jadi 75.311 hektare atau sekitar 70 persen luas daratan delta. Sejumlah studi menggunakan penginderaan jauh, memperlihatkan deforestasi mangrove Delta Mahakam selama 2000-2015 mencapai 489,73 hektare per tahun.

Situasi itupun menjadi persoalan serius karena mengurangi fungsi mangrove yang sangat krusial bagi lingkungan. Bagi sekelilingnya, sistem perakaran mangrove yang kuat mampu menahan empasan gelombang dan mencegah abrasi pantai serta intrusi air laut. Juga sebagai peredam gelombang dan badai, penahan lumpur dan perangkap sedimen. Segenap fungsi itu lah yang membuat ekosistem mangrove juga kerap disebut zona penyangga alias buffer zone.

Sistem perakaran mangrove juga berfungsi sebagai sediment trap. Menahan dan mengendapkan sedimen, terutama terhadap zona intertidal. Kondisi sedimen di sekitarnya pun menjadi lebih stabil.

Pentingnya Mangrove di Delta Mahakam

Namun demikian, di antara jasa lingkungan ekosistem hutan mangrove, yang menjadi isu penting adalah fungsinya menyerap dan menyimpan karbon biru. Konversi hutan mangrove di Delta Mahakam selama 1980-2001 menyebabkan hilangnya hutan mangrove sekitar 3.183 hektare per tahun, atau setara terlepasnya 0,46 teragrams of CO2 equivalent per tahun.

Terus terdegradasinya hutan mangrove, meningkatkan emisi karbon ke atmosfer bumi. Menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bumi semakin padat. Perubahan iklim pun tak terhindarkan.

Peneliti Madya Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa, Tien Wahyuni, menyebut keterbukaan hutan mangrove di Delta Mahakam sudah terlampau tinggi. Dan untuk menyelesaikannya, tak bisa hanya bergantung satu pihak. “Enggak bisa diselesaikan satu lembaga saja. Atau masyarakat saja, atau pemerintah saja,” terangnya setelah Deklarasi Kesepakatan Pelestarian Ekosistem Bentang Lahan Delta Mahakam di Muara Badak, Kukar, Senin, 26 Juli 2021.

Menurutnya, konsep kolaborasi menjadi sangat penting dalam menyikapi persoalan tersebut. Apalagi dengan keberadaan Delta Mahakam sebagai salah satu area yang diperhitungkan untuk penurunan emisi di Kaltim.

“Deklarasi rencana aksi begini juga sebenarnya sudah diinisiasi sejak lama. Beberapa pihak selama ini sering berkomunikasi berupaya agar masalah lingkungan di Delta Mahakam bisa diselesaikan,” imbuhnya.

Melibatkan masyarakat mengembalikan fungsi mangrove di Delta Mahakam memang sangat beralasan. Di kawasan tersebut, sektor perikanan adalah mata pencaharian warga Delta Mahakam. Baik itu budi daya ikan, tambak, nelayan, dan usaha olahan perikanan lainnya. Maka, misi mengembalikan fungsi hutan mangrove, jangan sampai turut mengusik aktivitas ekonomi warga.

Selama ini, praktik budi daya dan tambak di Delta Mahakam memang kurang bersahabat dengan lingkungan. Ketidaberdayaan masyarakat setempat terhadap informasi, membuat pola lama bertahan turun-temurun.

Berjalan Seimbang dengan Metode Silvofishery

Belakangan, kesadaran akan pentingnya mangrove, termasuk bagi usaha budi daya sendiri, memunculkan pola budi daya ramah lingkungan. Dikenal dengan silvofishery. Metode silvofishery menekankan paradigma budi daya ikan bekelanjutan.

Dengan pola ini, budi daya dimulai dengan membuat saluran air yang mengelilingi tambak dengan tumbuhan mangrove ditanam di tengahnya. Ada pula yang berupa tambak dibuat selang-seling dengan lahan mangrove. Dengan pola itu pun, terjadi keterpaduan antara tumbuhan (silvo) dengan hewan (fishery). Kombinasi itu juga yang membuat metode tersebut dikenal dengan nama silfovishery.

“Sudah beberapa orang betul-betul melaksanakan metode ini di Delta Mahakam dan bisa merasakan dampaknya,” terang Ahmad Nuriyawan, ketua Yayasan Mangrove Lestari.

Angga, sapaan akrabnya, menyebut penerapan silfovishery tak bisa begitu saja diikuti pembudi daya lain. Apalagi hal ini juga menyangkut perubahan perilaku. “Dan itu sangat berat, sehingga butuh proses panjang,” lanjutnya.

Deklarasi Kesepakatan

Pola pendekatan melalui edukasi pun dilakukan terhadap pembudi daya setempat. Deklarasi pada Senin itu pun diikuti Rencana Aksi Bersama Tingkat Bentang Lahan. Yang salah satu misinya, memberi kesadaran pentingnya mangrove untuk usaha perikanan yang dijalankan.

Mangrove secara alami mampu menyerap polutan, juga sebagai filterisasi perairan. Praktis kehadirannya mereduksi polutan di perairan dan menambah kesuburan perairan selama dijalankan dengan manajemen tepat dalam hal tata letak.

“Dengan ini kami berharap bisa mewujudkan pembangunan hijau berkelanjutan. Pembangunan yang mendukung kehidupan generasi sekarang dan akan datang, tanpa membahayakan sistem lingkungan yang memengaruhi semua kehidupan,” urainya.

delta mahakam
Deklarasi Kesepakatan Pelestarian Ekosistem Bentang Lahan Delta Mahakam, Senin, 26 Juli 2021. (istimewa)

Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan Lahan, Dinas Kehutanan Kaltim, Joko Istanto, menyatakan dukungan pemerintah atas upaya yang tengah digulirkan menyelamatkan Delta Mahakam. Diharapkan lahan mangrove yang terus terdegradasi, bisa puluh dan keluar dari status lahan kritis.

“Pemprov Kaltim sejak 2019 sebenarnya mulai melaksanakan rehabilitasi mangrove. Dari Delta Mahakam hingga ke Paser, PPU (Penajam Paser Utara), Babulu—walau pun skalanya tidak luas,” terang Joko pada kesempatan sama.

Pemulihan Ekonomi Nasional

Rangkaian rehabilitasi juga mengemuka lewat kerja sama dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Mahakam Berau dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM).

Lewat kolaborasi tersebut, sejak 2019 sudah 300-400 hektare lahan gambut direhabilitasi, dari target sekitar 5000 hektare yang terpusat di Kukar. “Mudah-mudahan terus berlanjut. Apalagi juga akan dibangun oleh pusat mangrove modern di Delta Mahakam oleh pemerintah pusat,” ungkapnya.

Rehabilitasi mangrove di Kaltim pun tak main-main. Dari APBN disebut mengucur puluhan miliar rupiah untuk urusan tersebut. Yang mana dalam pelaksanaannya, para pegiat lokal juga turut dilibatkan. “Karena ini termasuk program pemulihan ekonomi nasional dari pusat yang turut melibatkan masyarakat,” beber Joko.

Dari program tersebut, masyarakat yang terlibat bakal menerima pembayaran langsung ke rekening pribadi dari pemerintah pusat. Upah harian yang dikemukakan pun mencapai Rp100 ribu. Nilai itu pun tak hanya diberikan dalam kegiatan penanaman mangrove. Aktivitas berkaitan pemeliharaan juga turut dicakupi.

Anggota Komisi III DPRD Kaltim yang juga Ketua Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia Kaltim, Baharuddin Demu, mengapresiasi program pemulihan ekonomi nasional yang turut merencanakan upah harian bagi masyarakat dalam kegiatan lingkungan. Kendati demikian, diingatkannya bila program tersebut harus berkelanjutan alias jangka panjang. Selain penanaman, dalam hal ini tumbuhan mangrove, harus turut disertai ketentuan perawatan dan pembinaan di lapangan.

“Karena kalau hanya sekali dan rakyat juga tak terus diedukasi memelihara mangrove yang sudah ditanam, itu saya kira bisa gagal,” pungkasnya. (*)

 

View this post on Instagram

 

A post shared by intuisi.co (@intuisimedia)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.