HeadlineSorotan

Jurnalis Bontang Kecam Tindakan Represif Kepolisian kepada Pers di Samarinda

Kelompok wartawan di Bontang masih menanti sikap Kapolres Bontang sebagai bentuk komitmen menghormati profesi pers yang dilindungi negara.

Bontang, intuisi.co – Mulut dibungkam pita perekat. Peserta aksi kompak mengenakan baju serba hitam. Tanda pengenal pers dilucuti dari leher. Dihampar tepat di muka Makopolres Bontang.

Rabu, 14 Oktober 2020, puluhan jurnalis turun aksi di depan Makopolres Bontang. Bentuk solidaritas kepada rekan-rekan sesama profesi yang mendapat tindakan represif aparat kepolisian di Samarinda. Insiden itu terjadi Kamis malam pekan lalu, 8 Oktober 2020. Lima pewarta mendapat tindakan intimidasi dan represif kala bertugas rangkaian aksi penolakan UU Cipta Kerja.

Aksi di Bontang hari ini diikuti puluhan jurnalis lintas media. Dari televisi, media daring (siber), dan cetak. Pun perwakilan sejumlah organisasi. Dari Aliansi Jurnalis Indrpenden (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Forum Jurnalis Bontang (FJB).

Koordinator aksi, Romi Ali Darmawan, mengatakan bahwa selain bentuk solidaritas terhadap rekan sesama profesi dan mengutuk tindakan represif aparat, ada tiga poin tuntutan lain diusung dalam aksi tersebut. Pertama, meminta komitmen Polres Bontang selalu memberikan perlindungan hukum kepada jurnalis kala menjalankan kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang. Kedua, menyatakan sikap untuk turut mengecam seluruh tindakan represif oknum yang bertindak represif kepada jurnalis ketika bertugas. Ketiga, meminta Polres Bontang patuh kepada ketentuan nota kesepahaman antara Polri dan Dewan Pers.

“Katanya kami mitra. Tapi kenapa kami mendapat tindakan represif dari mereka yang mengaku sebagai mitra kami,” sesal Romi dalam orasinya.

Diterima Kapolres

Aksi berlangsung dengan damai dan tertib. Orasi dilakukan di pelataran Makopolres Bontang sekitar 30 menit. Sementara 10 menit sisanya awak media melakukan aksi duduk di pelataran, kendati langit sedang terik-teriknya demi menunggu Kapolres Bontang, AKPB Hanifa Martunis Siringoringo.

Usai berkomunikasi dengan Kasubag Humas Polres Bontang AKP Suyono, awak media diminta memasuki ruang rapat utama (Rupatama). Untuk melakukan diskusi dan penyampaian aspirasi kepada Kapolres Bontang.

Penyampaian aspirasi pun berjalan kondusif. Pada kesempatan itu beberapa awak media menyampaikan penyesalan atas tindakan represif aparat kepada rekan seprofesi. Benar bahwa kejadian tersebut bukan di Bontang. Namun bila tak segera dikecam, boleh jadi hal serupa bakal ditemukan di Bontang.

“Ini bentuk solidaritas kami kepada rekan seprofesi. Dalam catatan digital di Bontang memang belum terjadi. Dan semoga relasi baik kita bisa terus dijaga,” ujar jurnalis Tribun Kaltim, Fachri Mahayupa.

Jurnalis Dialektis.co, Andi Yudi meminta Kapolres memberikan pemahaman kepada anggotanya. Bahwa wartawan, dalam menjalankan tugas dan peranan profesinya dilindungi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pres. Dengan begitu, semua pihak petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers. “Mungkin anggotanya diberi edukasi lagi supaya lebih paham lagi soal itu, Pak,” Andi Yudi menyarankan.

“Pada 2019 AJI menetapkan kepolisian sebagai musuh kebebasan pers. Jangan sampai tahun ini gelar itu dipertahankan. Jangan melakukan tindakan represif. Baik ke jurnalis maupun kepada siapapun, karena tugas polisi melindung dan mengayomi ,” timpal Edwin Agustyan, ketua FJB.

Perwakilan AJI, Kartika Anwar, membeberkan bahwa kejadian yang mirip sempat terjadi di Bontang. Seorang pewarta direbut ponselnya dan oleh oknum aparat, dihapus rekaman video hasil liputannya. “Masalah itu kami selesaikan di lapangan. Terkadang aparat lupa kalau kita adalah mitra,” ungkapnya.

Tanggapan Kapolres Bontang

Kapolres Bontang, AKBP Hanifa Martunas Siringoringo, mengatakan sangat menghargai para jurnalis. Dan mafhum benar dengan dinamika di dunia jurnalistik. Ia juga pernah bertugas sebagai Kasubid Humas Polda Kaltim.

Saran dan kritik yang disampaikan diterima dengan terbuka. Dan dia berjanji bakal mewanti anak buahnya untuk lebih paham soal ini. Serta melaporkannya kepada petinggi di Polda Kaltim.

“Kami janji kegiatan ini akan dilaporkan ke pimpinan kami. Pembina kami. Aspirasi dari jurnalis Bontang pasti sampai,” katanya.

Pun dia berjanji, akan mengingatkan jajaran Polres Bontang untuk tidak melakukan tindakan represif. Bukan cuma kepada jurnalis, tapi kepada siapa pun. Selain itu, relasi baik yang telah dijalin, antara media dan Polres Bontang sebisa mungkin terus dijaga.

“Saya akan berusaha semaksimal mungkin menjaga hubungan baik ini. Bila butuh informasi bisa hubungi Kasubag Humas atau kepada saya langsung,” janjinya

Dalam kesempatan ini, kembali peserta aksi meminta komitmen Polres Bontang menjaga awak media ketika melakukan peliputan. Bentuk komitmen ialah dengan menandatangani poin tuntutan. Tapi AKBP Hanifah masih enggan menandatangi. Dengan alasan, setiap dokumen yang ditandatangani harus seizin atasan.

Usai rembuk cepat, disepakati surat ditinggal di Polres Bontang. Awak media akan kembali menagih surat itu setelah konsultasi Kapolres dengan pimpinan lebih tinggi. (*)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.