HeadlineSamarindaSorotan

Kebebasan Berpendapat Dijamin Negara, Tapi Bijak Saat Menyampaikan

Kebebasan berpendapat itu diatur dalam undang-undang. Merupakan hak fundamental yang diakui negara demokratis menjunjung tinggi hak asasi manusia atau HAM.

Samarinda, intuisi.co-Kebebasan berpendapat atau berekspresi merupakan hak paling dasar. Ihwal ini menjadi bagian penting dalam menjalankan proses demokrasi sebuah negara. Dengan demikian kemerdekaan berpendapat ini harus dirawat, sebagai bentuk kontrol atas setiap kondisi yang terjadi sehingga dapat menjadi penyeimbang.

Bambang Gunawan, Direktur Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pun sepakat dengan persoalan tersebut. Karenanya seminar mengenai kebebasan berpendapat diadakan bersama sejumlah mahasiswa di Unmul pada Kamis, 16 Juni 2022.

“Kini masyarakat memiliki lebih banyak medium untuk memperoleh informasi dan bertukar pikiran, salah satunya melalui internet dan media sosial,” ujarnya dalam rilis resmi yang diterima intuisi.co hari ini.

Meski demikian, lanjutnya, peredaran data dan informasi di dunia ini begitu cepat dan dinamis. Sebagai negara keempat dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia, Indonesia merasakan derasnya arus informasi tersebut.

“Meski demikian, saya berharap agar warga juga bijak dalam berpendapat, serta memahami kondisi terkini terkait kemerdekaan berpendapat,” tuturnya.

Baca juga:  Isran Noor Sah-sah Saja Dikritik Masyarkat Asal Tidak Disalahkan

Kebebasan Berpendapat Masih Ada Persoalan

Di lain tempat, Staf Ahli Kemenkominfo, Prof. Henri Subiakto pun tak menampik bahwa kebebasan berpendapat di Indonesia masih ada persoalan. Masalah tersebut biasanya datang dari dunia teknologi. Sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet tertinggi nomor empat di dunia, netizen Indonesia terkenal dengan sebutan pengguna internet paling tidak sopan se-ASEAN. Fenomena ujaran hatespeech, perundungan hingga sumpah serapah masih kerap muncul di ruang digital.

Kehadiran Undang-Undang 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebenarnya untuk menjaga ruang digital tetap bersih dan sehat dari masalah-masalah tersebut. Akan tetapi, implementasinya diakui masih sering bermasalah. Buktinya, beleid tersebut sudah dua kali digugat di Mahkamah Konstitusi

“Apa yang ditulis belum tentu sama seperti yang diterapkan. Perbedaan persepsi terhadap UU ITE juga menjadi faktor penerapannya bermasalah,” ungkap Prof Henri.

Dekan Fakultas Hukum Unmul, Mahendra Putra Kurnia ikut menambahkan, kebebasan berekspresi melalui deklarasi Human Rights ASEAN ini sebenarnya sudah menjadi tolak ukur. Bahwa bebas berpendapat itu memang harus dilindungi. Meski demikian, jangan sampai melontarkan narasi-narasi negatif ke media sosial sebagai bentuk kritik.

“Masyarakat menggali informasi terlebih dulu sebelum melontarkan kritik. Perbedaan pendapat itu bukti demokrasi,” pungkasnya. (*)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.