Sorotan

Konflik Pertambangan di Indonesia Melonjak saat Pandemi Covid-19

Masa-masa pandemi covid-19 di Indonesia diwarnai melonjaknya konflik pertambangan di Tanah Air. Melibatkan luasan hingga jutaan hektare.

Samarinda, intuisi.co – Konflik pertambangan di Indonesia melesat hebat. Dari 11 konflik pada 2019, menjadi 45 pada 2020 lalu. Peningkatan bahkan berlangsung saat pandemi covid-19. Hal inipun jadi perhatian serius Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Koordinator Jatam Nasional Merah Johansyah pada Selasa sore, 26 Januari 2021, mengungkapkan bahwa mayoritas konflik pertambangan tahun lalu terdiri dari pencemaran dan perusakan lingkungan sebanyak 22 kasus. Disusul konflik perampasan lahan 13 kejadian, kasus kriminalisasi warga penolak tambang 8 perkara, dan pemutusan hubungan kerja 2 kasus.

Dari keseluruhan konflik tersebut, setidaknya terdapat 13 kasus melibatkan aparat militer maupun polisi dalam kasus perampasan lahan, kriminalisasi, maupun intimidasi warga. Lonjakan konflik tersebut tak lepas dari situasi pandemi covid-19 yang menyempitkan ruang gerak warga.

“Hal ini semakin menguntungkan perusahaan tambang karena menjadi celah untuk semakin melancarkan operasi. Ditambah lagi dengan insentif yang begitu besar bagi sektor pertambangan,” sebutnya Merah.

Temuan Jatam sepanjang 2014-2019, luasan konflik pertambangan mencapai 925.748 hektare atau setara dua kali lipat luas Brunei Darussalam. Meningkat pesat dalam setahun. Pada 2020 luasannya mencapai 714.692 hektare. Setara tujuh kali luas Hong Kong yang jika ditotal mencapai 1.640.440 hektare atau setara tiga kali luas Pulau Bali.

Situasi tersebut makin rumit seiring respons negara atas perlawanan warga menolak kehadiran industri ekstraktif semakin beragam. Modus intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga penolak tambang juga makin banyak. Mulai tuduhan penghinaan mata uang, larangan berkumpul dengan alasan pandemi, hingga pengerahan aparat keamanan baik TNI dan polri yang semakin masif.

Konflik pun semakin meningkat. Berbagai bentuk represi negara atas resistensi warga ini berangkat dari beberapa hal. “Paling kental ialah kolaborasi pemerintah dan parlemen melahirkan produk legislasi yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak,” pungkasnya. (*)

 

View this post on Instagram

 

A post shared by intuisi.co (@intuisimedia)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.