HeadlineKutai Kartanegara

Mangrove Delta Mahakam Dalam Bayang-bayang Deforestasi

Mangrove mengalami penggundulan serius. Sejumlah pegiat lingkungan dan NGO di Kaltim berusaha merestorasi tumbuhan ini.

Samarinda, intuisi.co—Kedua bola mata Sudarmin tak berhenti menatap mangrove yang ada di tambaknya. Selama dua dekade terakhir pria paruh baya ini tak mengira jika bakau punya peran yang krusial bagi kehidupan manusia. Maklum, ketika membuka tambak ikan serta udang, tumbuhan ini selalu dibabat habis karena dianggap hama. Padahal tidak demikian, justru sebaliknya.

Hingga kini kalimat menjaga mangrove untuk kehidupan masih tebersit dalam ingatannya. Kata-kata itu diucapkan para penggiat lingkungan dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) serta Biosfer Manusia (Bioma) datang ke kampungnya, Muara Ulu Kecil, Kecamatan Muara Jawa, Kutai Kartanegara lima tahun lalu. Semenjak itu, pola pikirnya berubah. Bakau membawa hidup bukan petaka.

Demikian percakapan dengan Sudarmin tatkala reporter intuisi.co menyambangi kawasan Delta Mahakam pada awal September lalu. Sepanjang perjalanan, rumah-rumah panggung kayu di sebelah kiri dan kanan berderet rapi menyambut. Pemandangan ini wajar tatkala berlayar menuju delta yang dekat dengan Selat Makassar. Kawasan itu disebut juga sebagai sabuk hijau Kalimantan Timur.

Serupa kipas bila dilihat dari peta dan merupakan salah satu gerbang masuk menuju Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Delta Mahakam terbentuk akibat adanya endapan. Wilayah ini punya luas sekitar 150 ribu hektare (ha) termasuk dengan kawasan perairan. Menuju ke Delta Mahakam perlu waktu tiga jam. Ditempuh dengan jalur darat dari Samarinda menuju Sangasanga, Kukar lantas dilanjutkan dengan menyeberangi Sungai Mahakam. Daerah ini didominasi ekosistem mangrove yang tercipta secara alami.

Mangrove
Sudarmin, nelayan di kawasan Delta Mahakam (Almerio Pratama/intuisi.co)

Mangrove Delta Mahakam Alami Deforestasi Serius

Sayangnya, lebih setengah kawasannya telah mengalami deforestasi serius. Ihwal tersebut mengemuka dari hasil analisis perubahan tutupan lahan di Kaltim selama 2006-2016. Secara lebih luas, penyebab terbesar deforestasi di Kaltim adalah perkebunan kelapa sawit yang mencapai 576.188 hektare atau 51 persen. Diikuti hutan tanaman, 156.000 hektare atau 14 persen.

Namun yang mencolok, aktivitas tambak dengan 1 persen kontribusi deforestasi di Kaltim seluas 11.046 hektare, dari beberapa penelitian didapati mengokupasi 54-70 persen luas Delta Mahakam. Mencakupi tutupan area sekitar 60.000-63.000 hektare hutan mangrove menjadi tambak.

Laporan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kutai Kartanegara pada 2003 menunjukkan 107,221 hektare daratan Delta Mahakam telah diokupasi 10.645 tambak tradisional seluas 57.912 hektare atau 54 persen dari luas daratan. Dengan rerata tambak memiliki luas 5,4 hektare.

Deforestasi ini juga menyumbang hilangnya mangrove dunia sebab, berdasarkan data Organisasi Pangan Dunia PBB, dalam tiga dekade terakhir, Indonesia sudah mengalami kehilangan 40 perseb mangrove. Itu artinya negara ini memiliki kecepatan kerusakan mangrove terbesar di dunia.

Karenanya, YKAN dan Bioma gencar dengan kempanye restorasi hutan bakau di Delta Mahakam. Sebab dengan adanya penanaman dan pemeliharaan ekosistem mangrove di pesisir dapat mengurangi arus tsunami (Munandar dan Kusumawati dalam Jurnal Perikanan Tropis, 2017:47). Senada, Badan Restorasi Gambut dan Mangrove juga menyakini keberadaan ekosistem bakau ini akan membantu menyerap emisi gas rumah kaca, sehingga membantu upaya pengurangan karbon penyebab perubahan iklim.

Skema simbiosis mutualisme dengan warga Delta Mahakam pun mengemuka. Kesepakatan diraih pada 2017 lalu. Setidaknya ada empat kampung yang turut dalam agenda tersebut, mulai dari yang terdepan seperti Kampung Muara Ulu Besar dan Kecil, Kampung Muara Pegah serta Muara Kembang. Sudarmin merupakan salah satu penggeraknya. Dia merupakan warga Kampung Muara Ulu.

“Selama beberapa tahun terakhir ini, kami selau diedukasi tentang pentingnya menjaga mangrove di kawasan Delta Mahakam,” ujar Sudarmin kepada media ini.

Langkah Restorasi Setelah Dibabat 60 Persen

Selain edukasi pentingnya mangrove, dua yayasan yang fokus dengan urusan lingkungan tersebut juga kerap memberikan bantuan bibit ikan hingga udang bagi tambak warga sekitar.

“Iya selain bibit mangrove yang ditanam di sekitar tambak, kami juga sering dibantu bibit ikan dan udang,” terangnya.

Sudarmin sudah mengelola tambak di Muara Ulu sejak 1998. Selama itu hutan bakau tak masuk dalam hitungan. Pasti dibabat habis. Alasannya mengganggu tambak. Syukurnya edukasi dari para penggiat lingkungan ini menjadi langkah awal menjaga kawasan mangrove di Delta Mahakam.

“Sampai sekarang tak ada masalah, tambak aman. Mangrove aman,” imbuhnya.

Itu juga yang menjadi alasan Sudarmin menanam bakau di sekitar tambaknya. Sebab tumbuhan ini juga menjadi rumah bagi ekosistem pesisir. Untuk urusan tsunami, dia memang belum pernah merasakan bencana tsunami. Meski demikian, adagium sedia payung sebelum hujan selalu ia genggam.

“Kami harap (warga) yang lain juga bisa mengikuti,” harapnya.

Langkah YKAN dan Bioma dalam mangkampanyekan penanaman mangrove itu merupakan aksi preventif, sebab dalam laporan ilmiah para peneliti Inggris dan Indonesia belum lama ini, ditemukan adanya potensi tsunami di Selat Makassar.

Bahkan sifat destruktif petaka tersebut setara dengan peristiwa Grand Banks pada 1929 silam. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Delta Mahakam, Ahyar pun sepakat dengan hal tersebut. Hutan bakau yang berada di salah satu pintu masuk menuju IKN Nusantara penting untuk dilestarikan. Pasalnya, mangrove inilah menjadi penjaga dari tsunami, topan hingga abrasi.

“Dulu sosialisasinya gak mudah. Polhut pun kami lawan, gak bisa keras-keras. Soalnya, gak semua warga paham (deforestasi mangrove). Tapi sekarang, sudah banyak yang mengerti,” tegasnya.

Mangrove
Sudarmin dan pegiat lingkungan dari Bioma memeriksa mangrove di tambak (almerio pratama/intuisi.co)

Berharap Warga Lebih Peka Menjaga Bakau

KPHP Delta Mahakam ini sendiri baru terbentuk tiga tahun lalu. Dan kata dia, sangat disesalkan sebab bukaan lahan mangrove sudah 60 persen. Seharusnya jauh sebelum itu langkah preventif digaungkan. Kendati begitu, tak ada kata terlambat. Syukurnya dalam dua tahun terakhir, sejumlah pihak banyak membantu seperti YKAN atau Bioma. Apabila ada warga yang masih percaya mangrove di tambak jadi racun, itu dinamika.

“Kami juga sudah membuktikan dengan mendatangkan ahli dan praktik langsung. Dan terbukti, tambak dengan mangrove baik-baik saja,” tegasnya.

Besar harapan Ahyar agar ke depan warga yang berada di kawasan Delta Mahakam lebih peka dengan menjaga mangrove. Sebab fungsi dari tanaman ini begitu krusial. Jangan sampai bukaan lahan tiap tahun terus bertambah.

“Kita memang gak pernah berharap ada tsunami, tapi setidaknya petaka ini bisa dihindari,” tegasnya.

Terpisah, Senior Manajer Pembangunan Hijau Kaltim YKAN, Alfan Subekti mengatakan, skema perlindungan dan restorasi mangrove di kawasan Delta Mahakam ialah Insentif Berbasis Kinerja. Selain itu di lapangan juga digakanan metode silvofishery. Cara ini merupakan penghijauan sekaligus budidaya hewan tambak seperti kepiting, udang, lobster dan ikan tanpa mengancam fungsi ekologi mangrove.

“Dalam proses lanjutannya para nelayan akan didampingi, termasuk dalam pengolahan turunan dari hasil tambak. Seperti kerupuk udang, petis dan terasi,” jelasnya.

Dia pun meyakini dengan menyelaraskan ekologi, ekonomi, dan sosial maka ke depan akan menjaga keberlanjutan program ke depan. Dengan demikian, warga yang berada di Delta Mahakam bisa merasakan manfaat ekonomi dan kesejahteraan dengan melindungi mangrove.

“Kesepakatannya, 10 persen dari keuntungan digunakan untuk program perlindungan dan restorasi mangrove,” pungkasnya.

Setali tiga uang, Lurah Muara Kembang, Masriansyah mengatakan, sejak dahulu Muara Ulu Kecil, Besar serta Muara Kembang terkenal dengan hasil lautnya. Pun demikian tambak yang berada kawasan di Delta Mahakam. Hasil dari nelayan ini juga merupakan sumber pemasukan bagi ekonomi Kukar. Selain itu, saat ini nelayan di Muara Kembang dan sekitarnya sudah mulai mengembangkan tambak ramah lingkungan. Mereka tidak lagi membabat mangrove saat membuka tambak.

“Semua kampung nelayan sudah mulai fokus untuk restorasi mangrove,” pungkasnya. (*)

 

Ikuti berita terkini dari Intuisi.co di Google News, klik di sini

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.