DPRD Kaltim

Membangun Kesehatan Mental Generasi Z: Peran Sentral Keluarga dan Tantangan yang Diatasi

Samarinda, Intuisi.co – Isu kesehatan mental pada generasi Z, kelompok individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, semakin mencuat sebagai perhatian utama. Menyaksikan meningkatnya tindakan ekstrem di kalangan remaja sebagai bentuk respons terhadap tekanan hidup, kita harus bersama-sama mencari solusi untuk menjaga kesehatan mental generasi penerus ini.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan bahwa generasi Z menduduki posisi teratas dalam populasi Indonesia, mencapai 27,94 persen atau 74,93 juta jiwa dari total penduduk yang mencapai 271,9 juta jiwa. Meski demikian, perhatian terhadap kesehatan mental generasi Z meluas secara global, dengan 18 persen responden generasi Z di 26 negara melaporkan bahwa kesehatan mental mereka kurang baik, menurut data McKinsey Health Institute.

Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Akhmed Reza Fachlevi, memberikan pandangan unik terkait isu ini. Ia menekankan perlunya perbaikan pada kesehatan mental generasi Z yang seharusnya dimulai dari rumah, dengan memberikan fokus khusus pada peran sentral ibu dalam membentuk karakter anak.

“Madrasah utama di rumah adalah sosok ibu. Peran ibu sangat penting, mulai dari bangun tidur hingga aktivitas sehari-hari, anak akan mencontoh gerak-gerik ibunya,”

Reza menjelaskan bahwa pola asuh orang tua menjadi inti dari perhatiannya. Ia menyoroti pentingnya pola asuh yang memiliki pemahaman mendalam tentang bagaimana pembentukan karakter anak sejak usia dini dapat memberikan dampak positif pada kesehatan mental mereka di masa depan. “Usia nol sampai lima tahun adalah masa emas bagi seorang anak. Pada periode tersebut, anak sangat rentan mencontoh perilaku orang tuanya, dan proses pembentukan mental serta kebiasaan anak di masa depan menjadi sangat signifikan,” jelasnya.

Kurangnya pengetahuan dan kesiapan mental orang tua dianggap Reza sebagai akar masalah dari tingginya kasus kesehatan mental. Oleh karena itu, ia mendorong peningkatan pengetahuan dan kesiapan mental orang tua sebagai upaya awal untuk membentuk pola pikir anak saat dewasa. “Membangun hubungan komunikasi dan emosional dengan anak memerlukan pendekatan didik dan ketangguhan mental dari orang tua, terutama karena generasi Z ini sangat responsif terhadap perubahan zaman,” tegasnya.

Pendapat Reza tersebut tidak hanya ditemui dalam lingkup lokal, namun juga mendapat dukungan dari berbagai ahli psikologi. Mereka menegaskan bahwa lingkungan keluarga memiliki peran utama dalam perkembangan psikologis anak. Dr. Sarah Johnson, seorang psikolog anak yang terkemuka, menyatakan, “Anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat dan rasakan di rumah. Lingkungan keluarga yang positif dan mendukung dapat memberikan pondasi yang kuat untuk kesehatan mental anak.” Pola asuh yang efektif melibatkan komunikasi terbuka antara orang tua dan anak, memberikan dukungan emosional, dan menanamkan nilai-nilai positif.

Dr. Johnson menambahkan, “Anak-anak perlu merasa didengar dan diterima di rumah. Ini membantu mereka mengembangkan rasa harga diri yang kuat dan kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup.” Sejalan dengan pandangan Reza, ahli pendidikan anak, Prof. Maria Fernandez, menyoroti urgensi pemahaman orang tua tentang kesehatan mental. “Banyak orang tua belum sepenuhnya paham tentang apa itu kesehatan mental dan bagaimana mengenali tanda-tandanya. Peningkatan literasi kesehatan mental di kalangan orang tua dapat menjadi langkah awal yang signifikan,” ujarnya. Prof. Fernandez merekomendasikan adanya program pendidikan untuk orang tua, baik melalui sekolah maupun di lingkungan komunitas lokal. “Orang tua perlu diberdayakan dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mendukung kesehatan mental anak-anak mereka. Ini bisa mencakup workshop, seminar, atau bahkan konseling keluarga,” tambahnya.

Selain peran orang tua, sekolah juga memiliki andil besar dalam membentuk kesehatan mental generasi Z. Dr. Nurul Hasanah, seorang psikolog pendidikan, mengatakan, “Sekolah memiliki peran besar dalam memberikan pemahaman tentang kesehatan mental dan membantu anak-anak mengatasi tantangan psikologisnya. Kolaborasi antara sekolah dan keluarga menjadi kunci keberhasilan dalam membangun fondasi yang kuat bagi kesehatan mental anak.”

Program-program sekolah yang mendukung kesehatan mental, seperti konseling sekolah dan kegiatan pengembangan diri, dapat menjadi sarana efektif untuk membantu generasi Z mengatasi stres dan tekanan hidup. Dr. Hasanah menekankan perlunya pendekatan holistik yang mencakup aspek psikologis, sosial, dan emosional dalam kurikulum pendidikan. Namun, tantangan yang dihadapi adalah kurangnya sumber daya dan perhatian terhadap kesehatan mental di beberapa sekolah. Dr. Fadilah, seorang ahli pendidikan, mengungkapkan kekhawatirannya terkait kurangnya dukungan pemerintah dan lembaga pendidikan terhadap inisiatif kesehatan mental di sekolah. “Kesehatan mental harus menjadi prioritas dalam sistem pendidikan kita. Tanpa dukungan yang memadai, upaya untuk membantu anak-anak mengatasi masalah kesehatan mental akan sulit berkembang,” tegasnya.

Dalam menanggapi tantangan ini, Komisi IV DPRD Kaltim, bersama dengan berbagai pihak terkait, diharapkan dapat memainkan peran kunci dalam mempromosikan kebijakan dan alokasi sumber daya yang mendukung kesehatan mental generasi Z. Upaya kolaboratif antara pemerintah, sekolah, dan keluarga menjadi fondasi utama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan psikologis anak-anak. Selain itu, peran media juga sangat penting dalam membangun kesadaran tentang kesehatan mental. Prof. Aminah, seorang ahli media dan komunikasi, mengatakan,

“Media memiliki kekuatan besar untuk membentuk opini dan perilaku masyarakat. Konten yang mendukung kesehatan mental dan memberikan informasi yang benar dapat menjadi alat yang efektif untuk mengubah persepsi dan mengurangi stigma terkait masalah ini.”

Dengan memanfaatkan media secara positif, kita dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya kesehatan mental dan mendorong upaya bersama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi generasi Z. Dalam upaya mencapai tujuan membentuk kesehatan mental yang kokoh pada generasi Z, langkah-langkah konkret perlu diambil. Pertama, investasi dalam program pendidikan kesehatan mental untuk orang tua perlu ditingkatkan, baik melalui platform online maupun melalui kegiatan di komunitas lokal. Pemberdayaan orang tua dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengatasi masalah kesehatan mental anak-anak mereka adalah langkah penting untuk membangun fondasi yang kuat. Kedua, dukungan pemerintah dan lembaga pendidikan sangat diperlukan dalam mengintegrasikan pendekatan kesehatan mental dalam kurikulum pendidikan.

Program kesehatan mental di sekolah, termasuk layanan konseling dan kegiatan pengembangan diri, harus menjadi bagian integral dari pengalaman pendidikan anak-anak. Ketiga, kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan pemerintah perlu ditingkatkan. Forum dialog dan pertemuan rutin antara semua pihak terkait dapat menjadi wadah untuk berbagi pengalaman dan mendiskusikan solusi bersama. Sinergi antara semua pemangku kepentingan dapat membentuk jaringan dukungan yang efektif untuk kesehatan mental generasi Z.

Keempat, upaya untuk mengurangi stigma terkait kesehatan mental perlu diperkuat. Kampanye publik, baik melalui media massa maupun sosial, dapat membantu mengubah persepsi masyarakat tentang masalah kesehatan mental. Pendidikan tentang kesehatan mental juga perlu diintegrasikan dalam program-program pendidikan di sekolah. Kelima, pemahaman tentang kesehatan mental perlu diperluas melalui media. Konten positif dan informatif tentang kesehatan mental dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan kekhawatiran di masyarakat. Dengan memanfaatkan platform media yang luas, pesan tentang pentingnya kesehatan mental dapat mencapai lebih banyak orang. Dengan langkah-langkah konkret ini, kita dapat membentuk generasi Z yang memiliki kesehatan mental yang kuat dan mampu mengatasi tekanan hidup dengan cara yang positif. Proses ini membutuhkan komitmen bersama dari semua pihak, mulai dari keluarga, sekolah, pemerintah, hingga media. Hanya melalui kolaborasi yang kokoh kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak kita, membimbing mereka menuju masa dewasa dengan kesehatan mental yang optimal.(DPRDKALTIM/ADV/CRI).

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.