Mendorong Kuantitas dan Kualitas Guru, Terganjal Keuangan Daerah
Persoalan pendidikan di Samarinda pada dasarnya berkaitan kesejahteraan guru yang belum tertolong. Peningkatan status guru terbatas kondisi keuangan daerah.
Samarinda, intuisi.co—Persoalan pendidikan di Samarinda masih sangat kompleks. Secara kuantitas, tenaga pendidik masih sangat minim. Dan secara kualitas, para guru juga masih banyak perlu mendapat peningkatan.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyebut bahwa persoalan besar dunia pendidikan di Samarinda adalah keterbatasan tenaga pendidik. Hal ini pun jadi persoalan krusial dan mendesak dicari solusi. Apalagi berkaca salah satu program unggulan Wali Kota Samarinda, Andi Harun, beserta Wakil Wali Kota Samarinda, Rusmadi, yang mencita-citakan sumber daya manusia unggul.
“Bagaimana bisa kita menyiapkan anak berkualitas, akhlak mulai, kalau SDM guru tak cukup, tak bagus, atau tak profesional,” keluh Puji, diwawancara intuisi.co baru-baru ini.
Dewasa ini, pengajar memang dituntut profesional. Namun di sisi lain, daerah begitu kewalahan mencetak tenaga pendidik berkualitas. Mengambil contoh guru P3K yang harus diakomodasi daerah, namun kemampuan keuangan pemda ternyata belum mendukung.
“Dari kebutuhan guru di sekolah negeri, yang bisa diakomodasi menjadi guru P3K mungkin seperempatnya saja,” ungkap politikus Partai Demokrat tersebut.
Tahun lalu, Pemkot disebut mengakomodasi sekitar 290 guru P3K. Sedangkan untuk tahun ini hanya bisa diungkapkan untuk 304 orang. “Ini jadi persoalan karena semua atas kemampuan keuangan daerah,” lanjutnya.
“Ujung-ujungnya, Kesejahteraan Guru”
Persoalan itulah yang akhirnya mendorong digelarnya rapat dengar pendapat dengan Dinas Pendidikan Samarinda. Namun, saking kompleksnya persoalan tersebut, belum diketahui solusi pasti sebagai jalan keluar. Eksekutif dan legislatif disebut masih mencari formulasi.
“Sebenarnya ujung-ujungnya soal kesejahteraan guru. Gur sejahtera, maka dia akan profesional. Itulah yang belum bisa dipenuhi,” terang Puji.
Saat ini, masih banyak pengajar berstatus honorer di sekolah negeri. Kesejahteraannya pun masih begitu meresahkan. Mengingat insentifnya hanya Rp700 ribu dengan gaji dari anggaran Bosda dan Bosnas. Yang bila dirata-rata hanya sekitar Rp1 juta per bulan.
“Ini di bawah UMK. Itu lah yang harus kita benar-benar benahi namun di satu sisi masih begitu terbatas dengan kondisi keuangan daerah,” pungkasnya. (*)