Sorotan

Pemerkosa Anak Kandung di Samarinda Miliki Kesamaan Pola dengan Kasus Reynhard Sinaga

Pemerkosaan remaja 18 tahun oleh ayahnya sendiri menjadi perhatian serius di Samarinda. Dari polanya, perbuatan bejat itu diduga sudah terencana.

Samarinda, intuisi.co – Kasus pemerkosaan remaja 18 tahun oleh ayah kandungnya menghebohkan Samarinda. Perkara ini tergolong abnormal. Dan bisa dikatakan inses lantaran hubungan darah antara tersangka dan korban.

Ayunda Ramadhani, koordinator Tim Psikolog Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Samarinda, menyebut bahwa kasus pencabulan atau pemerkosaan belakangan ini lazim dilakukan orang terdekat. Dari ayah, kakak, atau kakek.

“Apalagi lebih dari tiga kali. Ini konteksnya tetap pemerkosaan karena tak ada kesepakatan antara keduanya,” ujar Ayu saat dikonfirmasi Selasa siang, 28 Juli 2020.

Melihat kronologisnya yang dimulai aksi mencekoki minuman keras oleh tersangka terhadap korban, Ayu memandang kejadian tersebut sudah terencana. “Pemerkosaan terjadi karena ada kesempatan. Bukan kondisi. Gara-gara nonton film porno misalnya,” imbuhnya.

Dari sebagian besar kasus pernah masuk asesmen Tim Psikolog UPTD PPA Samarinda, ciri-ciri tersangka kasus pemerkosaan atau pencabulan selalu sama. Dominan. Merasa lebih berkuasa dari pada perempuan. Mendorong keinginan melakukan apa saja yang dikehendaki. Kemudian manipulatif. Merekayasa kondisi demi mendapatkan sasaran dan antisosial.“Masih ingat dengan kasus Reynhard Sinaga? Polanya senada,” sebut Ayunda.

Seperti diketahui, Reynhard Tambos Maruli Tua Sinaga adalah laki-laki 37 tahun mahasiswa Indonesia di Inggris. Didakwa atas 136 pemerkosaan yang dilakukan di Manchester selama 2015-2017. Polisi menduga Sinaga memerkosa lebih 190 pria. Dengan modus menunggu korbannya meninggalkan klub malam dan bar sebelum membawa ke flatnya di Montana House, Princess Street.

Ia diduga membius dan memerkosa korbannya sebelum memamerkan aksinya itu ke aplikasi perpesanan WhatsApp. Sinaga menjalani empat sidang terpisah pada tahun 2018 sampai 2020. Saat ini, menjalani 88 hukuman penjara seumur hidup secara bersamaan dengan masa kurungan minimal 30 tahun.

“Membuat korban lemah kemudian bebas melakukan apa saja setelahnya. Kebanyakan kasus, tersangka memang tak bisa menahan nafsu,” lanjut Ayunda.

Korban sudah pasti mengalami trauma. Namun tingkatnya belum diketahui. Bisa ringan, sedang, bahkan berat. Itu sebab, tersangka maupun korban memerlukan asesmen. “Jika ada permintaan dari kepolisian kami siap mendampingi,” pungkasnya. (*)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.