Samarinda, intuisi.co — Insiden kapal tongkang pengangkut kayu menabrak Jembatan Mahakam I pada 16 Februari lalu mengungkap persoalan serius di perairan Sungai Mahakam. Wacana penutupan alur pelayaran kembali mencuat.
Namun demikian, ihwal ini memicu perdebatan antara kepentingan keselamatan infrastruktur dan dampak ekonomi bagi masyarakat. Hingga saat ini, kepastian mengenai status alur pelayaran masih menunggu arahan dari Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kaltim, Irhamsyah, menegaskan bahwa alur pelayaran di Sungai Mahakam, yang tergolong kelas satu, berada di bawah kewenangan penuh Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Samarinda.
“Namun, karena ini menyangkut keselamatan dan dampaknya cukup luas, maka Dishub tetap diminta ikut mengatur sesuai arahan Gubernur,” jelas Irhamsyah belum lama ini.
Wacana penutupan alur pelayaran memunculkan polemik di masyarakat. Pendukung penutupan beralasan bahwa keselamatan infrastruktur jembatan, terutama bagi pengguna jalan, harus menjadi prioritas. Sebaliknya, pihak yang menentang khawatir bahwa langkah ini akan mengganggu mata pencaharian warga yang bergantung pada aktivitas pelayaran di Sungai Mahakam.
Fender Jembatan Mahakam Hilang
Meski hasil evaluasi dari Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) serta Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) menyatakan struktur Jembatan Mahakam I masih aman, hilangnya fender jembatan akibat insiden tersebut menjadi perhatian utama.
“Fender adalah pelindung vital. Saat ini tidak ada, dan itu menjadi tanggung jawab KSOP. Pemasangannya harus segera dilakukan karena menyangkut keselamatan,” tegas Irhamsyah.
Ia menyebutkan bahwa perusahaan yang sebelumnya mengerjakan pemasangan fender akan bertanggung jawab atas pengerjaan ulang. Tim percepatan pun telah dibentuk untuk memastikan proses berjalan lebih cepat.
Namun, Irhamsyah juga mengingatkan bahwa meskipun kondisi jembatan masih terbilang aman, daya tahan Jembatan Mahakam I kini hanya mampu menahan beban maksimal sekitar 50 hingga 70 persen dari kapasitas idealnya. Hal ini mempertegas perlunya pertimbangan matang sebelum mengambil keputusan terkait alur pelayaran.
Keputusan akhir tentang penutupan alur pelayaran di bawah Jembatan Mahakam I kini berada di tangan Gubernur Kalimantan Timur. Apapun keputusan yang diambil, semua pihak berharap aspek keselamatan dan kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.
“Oleh karena itu, keputusan apapun terkait alur pelayaran harus mempertimbangkan aspek keselamatan secara menyeluruh,” tutupnya. (*)