Perang Dagang Makin Memanas, Ini Taktik China Bendung AS

Presiden China Xi Jinping memiliki senjata ampuh untuk melawan perang dagang yang dilancarkan Donald Trump, apa itu?

intuisi

17 Apr 2025 06:53 WITA

Ilustrasi perang dagang antara China dan Amerika. (istimewa)

Jakarta, intuisi.coPresiden China, Xi Jinping, memiliki strategi kuat dalam menghadapi perang dagang yang dilancarkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Senjata utama yang digunakan adalah penguasaan rantai pasokan logam tanah jarang atau rare earth elements, komoditas yang berperan vital dalam industri teknologi global.

Logam tanah jarang merupakan kelompok unsur yang tidak banyak ditemukan dalam jumlah besar di kerak bumi, tetapi memiliki nilai strategis tinggi. Dengan sifat fisik dan kimia yang unik, logam ini menjadi bahan utama dalam produksi teknologi canggih, elektronik, kendaraan listrik, hingga sistem persenjataan.

Meski tersebar di banyak negara, termasuk AS, ekstraksi dan pemrosesan logam tanah jarang memerlukan investasi besar, metode kompleks, serta menghadapi tantangan lingkungan yang serius. Hal ini menyebabkan banyak negara bergantung pada pasokan yang telah diproses oleh China.

Mengutip data Badan Energi Internasional (International Energy Agency), China menyumbang sekitar 61 persen produksi tambang logam tanah jarang di dunia. Namun, lebih dominan dari itu, China menguasai 92 persen dari total pemrosesan global, menjadikannya aktor utama dalam rantai pasokan mineral ini.

Dengan posisi dominan tersebut, Negeri Tirai Bambu memiliki pengaruh besar terhadap pasar internasional. Ketergantungan AS terhadap pasokan logam tanah jarang yang diproses oleh China telah berlangsung selama beberapa dekade, sehingga kebijakan ekspor Beijing memiliki dampak langsung terhadap industri Amerika.

Taktik Perang Dagang China dengan Logam Strategis

Sebagai respons terhadap perang dagang yang diberlakukan AS, pada 4 April lalu pemerintah China menetapkan pembatasan ekspor terhadap tujuh jenis logam tanah jarang. Kebijakan ini mewajibkan perusahaan mendapatkan izin khusus sebelum mengekspor mineral tersebut, termasuk produk turunannya seperti magnet berbasis logam tanah jarang.

Padahal, magnet ini berperan penting dalam berbagai industri, mulai dari smartphone, mesin kendaraan, jet tempur siluman F-35, hingga kapal selam serang bertenaga nuklir. Dampak dari pembatasan ekspor pun langsung terasa, dengan sejumlah perusahaan AS dan Eropa mengalami kendala pengiriman sejak aturan tersebut berlaku.

“Ini adalah cara China menunjukkan bahwa mereka bisa menggunakan kekuatan ekonomi secara luar biasa dengan cara yang strategis dan sangat terarah, benar-benar menyerang industri Amerika tepat di titik lemahnya,” ujar Justin Wolfers, profesor ekonomi dan kebijakan publik di University of Michigan.

Menyadari risiko besar akibat ketergantungan pada China, AS berupaya membangun rantai pasokan logam tanah jarang sendiri. Sejak pemerintahan Trump pertama, Washington mendorong industri untuk memperluas kapasitas produksi domestik dan mencari sumber alternatif dari mitra internasional. Namun, upaya ini diperkirakan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memenuhi permintaan industri utama AS.

Sebagai langkah balasan terhadap kebijakan China, pada Selasa lalu Trump memerintahkan penyelidikan terkait kemungkinan pengenaan tarif pada impor mineral penting, termasuk logam tanah jarang. Gedung Putih menegaskan bahwa ketergantungan AS terhadap impor ini menimbulkan risiko bagi keamanan nasional dan kesiapan pertahanan.

Sementara itu, pemerintahan Trump kembali menaikkan tarif pada barang-barang China, dari 125 persen menjadi 145 persen. Langkah ini semakin mempertegang hubungan dagang kedua negara dan memicu kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi global. (*)

Ikuti berita-berita terbaru Intuisi di Google News!