Perempuan Lingkar Tambang Dapat Pelatihan Medsos dari YMH

intuisi

3 Jun 2025 18:25 WITA

tambang
Aktivitas tambang batu bara di Kutai Kartanegara. (ricky bravo/intuisi.co)

Samarinda, intuisi.co –Hidup berdampingan dengan aktivitas tambang batu bara, membuat perempuan di Kaltim menjadi kelompok paling terdampak. Namun, suara mereka kerap tersisih dalam pengambilan keputusan yang menyangkut lingkungan dan kehidupan sehari-hari. Menjawab kebutuhan akan keterlibatan aktif perempuan, Yayasan Mitra Hijau (YMH) menginisiasi pelatihan kepemimpinan dan komunikasi publik, khususnya pemanfaatan media sosial.

Kegiatan ini diikuti puluhan perempuan dari desa-desa di sekitar tambang dan organisasi perempuan dari Samarinda serta Kutai Kartanegara, yang sebelumnya telah membentuk Forum Dialog Perempuan untuk Transformasi Ekonomi Kalimantan Timur pada April 2025.

Pelatihan yang berlangsung pada Senin, 2 Juni 2025 di Samarinda ini menjadi ruang belajar untuk membangun keberanian bersuara, memperkuat solidaritas, dan mengembangkan kemampuan teknis dalam mengadvokasi keresahan mereka melalui kanal digital.

Fardilla Astari, Communication Strategist YMH, menjelaskan bahwa perempuan merupakan pihak yang paling terdampak dari krisis ekologis akibat aktivitas tambang—mulai dari tercemarnya air, rusaknya lahan, hingga kualitas udara yang memburuk.

“Perempuan mengurus air, pangan, dan anak, sehingga dampak lingkungan langsung dirasakan mereka setiap hari. Tapi ironisnya, mereka justru jarang diajak bicara dalam forum-forum penting,” ujarnya dalam rilis yang diterima intuisi.co pada Selasa (3/6/2025).

Fardilla menekankan pentingnya memberi ruang bagi perempuan untuk menyampaikan pengalaman dan perspektif mereka, baik dalam musyawarah desa, forum transformasi ekonomi, maupun konsultasi publik.

“Perempuan bisa menjadi penggerak ekonomi alternatif dan penjaga lingkungan. Lewat media sosial, mereka bisa menyuarakan realita hidup di sekitar tambang—memberi edukasi, inspirasi, dan membangun gerakan,” tambahnya.

Dalam sesi praktik, para peserta diajak untuk membuat konten tentang energi dan lingkungan agar bisa disebarluaskan lewat media sosial mereka masing-masing. Sementara itu, akademisi dari Universitas Mulawarman, Nurliah, yang turut menjadi pemateri, menyampaikan bahwa kepemimpinan perempuan sangat krusial dalam proses transisi menuju ekonomi berkelanjutan.

“Perempuan dapat menjadi agen perubahan, memastikan hasil pembangunan benar-benar dirasakan oleh komunitas sekitar,” katanya.

Namun, Yayuk Anggraini, akademisi dari universitas yang sama, menggarisbawahi bahwa hambatan struktural dan stereotipe masih menjadi tantangan besar bagi perempuan untuk tampil sebagai pemimpin. “Perempuan kerap dianggap kurang tegas, tidak percaya diri, dan kurang kompeten. Padahal, kepemimpinan mereka justru unggul dalam kolaborasi, komunikasi, dan ketahanan dalam menghadapi krisis,” jelas Yayuk.

Ia menegaskan bahwa kepemimpinan perempuan perlu dipromosikan dan didukung melalui pengarusutamaan gender, agar suara mereka lebih terwakili dalam isu-isu publik, khususnya di sektor energi dan lingkungan. Sejak 2024, Yayasan Mitra Hijau telah mengorganisir berbagai diskusi dan lokakarya untuk mendampingi perempuan dalam membangun kapasitas advokasi.

Program ini merupakan bagian dari inisiatif Transisi Energi yang Berkeadilan (IKI-JET) yang mendapat dukungan dari Inisiatif Iklim Internasional (IKI) melalui Kementerian Federal Jerman untuk Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim (BMWK) serta Uni Eropa dalam kemitraan bersama GIZ. (*)

Ikuti berita-berita terbaru Intuisi di Google News!