Peringkat FIFA Indonesia Meroket ke Urutan 117

intuisi

6 Jun 2025 18:45 WITA

peringkat FIFA
Kapten Timnas Indonesia, Jay Idzes. (istimewa)

Jakarta, intuisi.co –Stadion Utama Gelora Bung Karno kembali bergemuruh pada Kamis malam (5/6/2025). Satu gol, satu kemenangan, dan satu momentum besar menjadi tonggak penting dalam sejarah baru sepak bola Indonesia. Kemenangan ini sekaligus membawa peringkat FIFA Indonesia melejit ke peringkat 117.

Pertandingan berlangsung ketat. Indonesia, yang tampil sebagai tuan rumah, menghadapi tekanan sejak menit awal. China, unggul secara peringkat dan pengalaman, menguasai bola lebih dominan. Namun, penguasaan tanpa kreativitas tak memberi dampak berarti. Sebaliknya, Indonesia tampil lebih efektif.

Gol tunggal Ole Romeny dari titik putih pada akhir babak pertama cukup untuk mengubah sejarah pertemuan kedua tim. Ini bukan hanya soal kemenangan dalam 90 menit, tetapi kemenangan simbolis atas keraguan, trauma masa lalu, dan status inferior yang selama ini melekat saat berjumpa tim-tim besar Asia.

Kemenangan tersebut membawa efek beruntun. Berdasarkan perhitungan Footy Rankings, Indonesia mencatatkan lonjakan peringkat FIFA, naik enam tingkat dari posisi 123 ke 117 dunia. Tambahan 15,05 poin dari kemenangan itu membuat total poin Indonesia mencapai 1.157,98, salah satu yang tertinggi dalam dua dekade terakhir. 

Untuk konteks, pada awal 2020, Timnas Indonesia sempat terpuruk di peringkat 173 dunia. Dalam waktu kurang dari lima tahun, lonjakan 56 peringkat ini menjadi pencapaian yang luar biasa, bahkan nyaris tak terbayangkan ketika konflik internal dan sanksi FIFA menghantui sepak bola nasional beberapa tahun lalu.

Kebangkitan ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Transformasi besar yang dimulai sejak kepemimpinan pelatih Shin Tae-yong, disambung oleh pelatih-pelatih lokal dan program jangka panjang PSSI, menjadi fondasi kebangkitan Timnas Indonesia. 

Kompetisi dalam negeri perlahan mulai sehat, sistem pembinaan diperbaiki, dan naturalisasi dijalankan secara selektif dan terencana. Pemain seperti Thom Haye, Ragnar Oratmangoen, hingga Ivar Jenner menjadi bukti bahwa Indonesia kini bisa bersaing di level teknik dan mental dengan negara-negara Asia lainnya.

Pertandingan melawan China juga memperlihatkan bahwa Garuda kini bukan hanya tim dengan semangat, tetapi juga disiplin dan efisiensi. Walau kalah tipis dalam penguasaan bola, Indonesia lebih unggul dalam jumlah peluang dan keberanian menyerang. 

Strategi counter-pressing dan penempatan posisi yang rapi membuat lini belakang Indonesia sulit ditembus. Kiper Ernando Ari tampil solid, dan bek-bek seperti Elkan Baggott dan Justin Hubner menjadi benteng yang tangguh menghadapi tekanan dari lini depan China.

Peringkat FIFA Bukan Sekadar Prestise

Peningkatan peringkat FIFA ini bukan sekadar prestise angka. Semakin tinggi peringkat, semakin terbuka peluang Indonesia untuk menghadapi lawan berkualitas di laga uji coba resmi, mendapat undian yang lebih bersahabat di fase-fase lanjutan, serta memperkuat posisi dalam diplomasi sepak bola di level AFC dan FIFA. 

Kini Indonesia berada di atas negara-negara seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam—sesama rival ASEAN—dan mulai diperhitungkan di level Asia yang lebih luas. Namun pekerjaan belum selesai. Indonesia masih menyisakan satu laga krusial di Grup C melawan Jepang, di Suita City Stadium, Osaka, pada 10 Juni mendatang. 

Hasil dari laga itu akan menentukan apakah Garuda mampu lolos ke putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026, sesuatu yang belum pernah dicapai dalam sejarah. Jika mampu menahan imbang atau bahkan mencuri kemenangan, maka peluang untuk mencapai putaran final di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko akan semakin nyata.

Dalam konteks sejarah, lonjakan ini sangat penting. Indonesia pernah disegani di Asia pada dekade 1950-an hingga awal 1970-an, tetapi sejak itu prestasi cenderung stagnan. Puncak keterpurukan terjadi pada 2015 ketika FIFA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia karena intervensi pemerintah terhadap federasi sepak bola.

Posisi Indonesia di peringkat FIFA kala itu jatuh bebas. Bahkan, di tahun-tahun awal setelah sanksi dicabut, tim nasional hanya menjadi pelengkap dalam kompetisi regional. Kini, narasi itu berubah. Indonesia mulai ditulis ulang sebagai negara yang bangkit, tak hanya karena kemenangan dalam pertandingan, tetapi karena perbaikan struktural yang konsisten. 

Program timnas kelompok umur berjalan paralel dengan tim senior. Sistem scouting lebih sistematis, dan liga domestik mulai menghasilkan pemain muda yang bersaing di tim utama. Dukungan penuh dari PSSI dan pemerintah juga membuat mimpi Piala Dunia tak lagi sekadar mimpi belaka. Kemenangan atas China bukan akhir cerita. Justru ini adalah bab baru dalam narasi panjang kebangkitan sepak bola Indonesia. 

Dari peringkat 173 ke 117 dunia, dari tim penggembira menjadi penantang serius, dan dari skeptisisme publik kini berganti menjadi optimisme nasional. Garuda benar-benar sedang terbang tinggi. Dan mungkin, untuk pertama kalinya dalam sejarah modern, ia bisa terbang sampai ke Piala Dunia. (*)

Ikuti berita-berita terbaru Intuisi di Google News!