Tenggarong, intuisi.co – Menjawab tantangan geografis yang kompleks, Kecamatan Anggana meluncurkan layanan terapung bertajuk Peterpan (Pelayanan Terapung Kecamatan Anggana), sebagai bentuk nyata transformasi pelayanan publik yang menyesuaikan diri dengan kondisi wilayah.
Program ini dirancang untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dan bantaran sungai di Delta Mahakam, wilayah yang sebagian besar hanya dapat diakses melalui jalur perairan. Di balik nama yang akrab di telinga, tersimpan semangat pelayanan inklusif yang menjangkau warga hingga ke pelosok.
Camat Anggana, Rendra Abadi, menegaskan bahwa pendekatan ini bukan sekadar strategi jemput bola, melainkan wujud konkret dari hadirnya negara di ruang hidup masyarakat.
“Bukan masyarakat yang mendatangi kami, tapi kami yang mendatangi masyarakat. Ini bukan sekadar jemput bola, tapi mendekatkan negara ke ruang hidup warganya,” ujar Rendra, Rabu (30/04/2025).
Dengan luas wilayah hampir 1.800 kilometer persegi yang didominasi kawasan sungai dan pesisir, akses darat bukanlah pilihan utama. Realitas ini membuat sejumlah desa seperti Tani Baru, Sepatin, Muara Pantuan, dan Tanjung Berukkang kerap terisolasi dari layanan pemerintahan karena jarak dan biaya transportasi yang tinggi.
Peterpan hadir sebagai solusi adaptif. Menggunakan perahu motor sebagai armada utama, tim kecamatan menyusuri alur sungai untuk membawa layanan administrasi langsung ke hadapan warga. Layanan yang diberikan mencakup pengurusan KTP, KK, akta kelahiran, hingga surat keterangan lainnya.
“Inilah bentuk pelayanan yang inklusif. Kami tidak ingin ada warga yang merasa dipinggirkan hanya karena tinggal jauh atau sulit dijangkau. Setiap warga berhak atas pelayanan yang sama,” tutur Rendra.
Tak hanya administrasi, satu kunjungan Peterpan dikemas dengan layanan lintas sektor seperti edukasi stunting, penyuluhan kesehatan, hingga pendampingan hukum. Format terintegrasi ini tak hanya efisien, tapi juga memperluas cakupan manfaat dalam satu waktu dan perjalanan.
Lebih jauh, Rendra menilai program ini lahir dari kepekaan atas kondisi riil masyarakat, bukan sekadar kebijakan dari atas ke bawah. Menurutnya, pelayanan publik yang baik harus dibangun dari empati dan pemahaman langsung atas kebutuhan warga.
“Inovasi ini tidak datang dari atas, tapi dari bawah. Dari pengalaman sehari-hari kami di lapangan, kami paham betul bahwa warga tidak butuh janji besar, tapi solusi nyata yang bisa mereka rasakan,” ujarnya.
Melalui Peterpan, Kecamatan Anggana ingin membuktikan bahwa birokrasi bisa lentur, manusiawi, dan kontekstual. Semangat ini tidak hanya menyentuh warga, tetapi juga menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk tidak menjadikan keterbatasan sebagai alasan berhenti berinovasi.
“Kalau kami yang dikelilingi sungai bisa, apalagi yang punya akses darat mudah. Intinya ada kemauan dan keberpihakan,” tegas Rendra.
Dengan pendekatan yang adaptif dan berbasis empati, Kecamatan Anggana membuktikan bahwa pelayanan publik bisa menjangkau siapa pun, di mana pun, tanpa harus mengorbankan nilai kemanusiaan dan keadilan akses. (adv/ara)