HeadlineSorotan

Prostitusi di Solong dan Loa Hui Tetap Berlangsung dengan Dalih THM

Lokalisasi di Solong dan Loa Hui ini ditutup pada 2016 lalu namun tetap beroperasi dengan dalih tempat karaoke atau THM dan menolak disebut lokalisasi.

Samarinda, intuisi.co – Pemkot Samarinda menyeriusi kabar eks lokalisasi di Solong dan Loa Hui yang masih melangsungkan praktik prostitusi. Para pekerja seks komersial (PSK) yang terlibat tengah dalam pendataan untuk diambil penindakan berupa pembinaan atau dipulangkan ke daerah asal.

“Datanya belum kami kantongi. Intinya dua tempat ini tutup sebelum Ramadan,” sebut Kepala Dinas Sosial (Dissos) Samarinda Muhammad Ridwan Tasa, dikonfirmasi Rabu sore, 31 Maret 2021.

Adapun kedua eks lokalisasi yang dikabarkan masih terdapat aktivitas esek-esek tersebut adalah Solong dan Loa Hui. Keduanya bersama satu lokalisasi lagi di Bayur, telah ditutup pada Juni 2016 lalu, bersama puluhan lokalisasi lainnya di Kaltim. Penutupan tersebut dipimpin Menteri Sosial saat itu Khofifah Indar Parawansa bersama Awang Faroek Ishak yang menjabat sebagai gubernur Kaltim kala itu.

Penutupan tersebut membuat 1.500 PSK dipulangkan dengan santunan masing-masing Rp5 juta. Sebanyak 550 PSK di antaranya berasal dari Samarinda.

Setelah hampir lima tahun, aktivitas prostitusi di dua tempat tersebut kembali terdengar. Kedua tempat berdalih sebagai wadah karaoke alias tempat hiburan malam (THM). Pengelolanya menolak disebut tempat prostitusi.

“Fakta di lapangan bisnis karaoke mereka mempunyai bilik-bilik yang disinyalir besar ada kegiatan prostitusi di dalamnya. Makanya harus ditutup,” terang Ridwan.

Meski demikian, Dissos Samarinda saat ini juga masih belum tahu kapan penindakan dilakukan. Ridwan Tasa hanya bisa memastikan pelaksanaannya dilakukan sebelum bulan suci tahun ini.

“Jadi tak boleh lagi ada lokasi prostitusi di Samarinda. Itu pesan Pak Wali,” imbuh Ridwan.

Payung Hukum Penutupan Solong dan Loa Hui

Penutupan lokalisasi di Samarinda sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang jelas. Tertuang dalam Perda Kaltim No 3/2016 tentang Penanganan dan Pemberdayaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.

Dengan ketentuan tersebut, Ridwan pun menyebut pihaknya tak perlu lagi membuat regulasi untuk penutupan. Namun dasar itu saja dinilai belum cukup untuk penertiban kali ini. Surat pemberitahuan dan beleid pendukung lainnya masih perlu disediakan. Misalnya pemberian opsi bagi para warga eks lokalisasi tersebut. “Tadi pagi sudah saya serahkan, kami langkah cepat,” tuturnya. (*)

 

View this post on Instagram

 

A post shared by intuisi.co (@intuisimedia)

Tags

Berita Terkait

Back to top button
Close

Mohon Non-aktifkan Adblocker Anda

Iklan merupakan salah satu kunci untuk website ini terus beroperasi. Dengan menonaktifkan adblock di perangkat yang Anda pakai, Anda turut membantu media ini terus hidup dan berkarya.