Samarinda, intuisi.co – Unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Samarinda pada Senin ini, 12 Oktober 2020, diikuti massa yang lebih banyak. Namun derasnya permintaan berdialog dengan wakil rakyat di DPRD Kaltim, tak kunjung terpenuhi.
Situasi itu berlangsung hingga empat jam sejak massa memadati depan Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Kelurahan Loa Bakung, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda. Para demonstran juga sudah menyiapkan surat penolakan Undang-Undang Cipta Kerja Omnibus Law. Disiapkan dengan kolom tanda tangan untuk tiga pihak. Yakni perwakilan mahasiswa, DPRD Kaltim, dan gubernur Kaltim. Lengkap dengna materai enam ribu di masing-masing kolom.
“Kami hanya minta perwakilan dewan menandatangani surat tersebut. Kemudian berdialog bersama lantas menyepakati yang jadi tuntutan kami,” ujar Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat Elga Bastian kepada intuisi.co di lokasi aksi. “Tuntutan kami tetap sama seperti unjuk rasa sebelumnya. Cabut Omnibus Law,” sambungnya.
Meski diikuti massa yang lebih besar, unjuk rasa hari ini berlangsung lebih tenang. Hingga jelang langit gelap, tak ada gas air mata atau pembubaran paksa dari aparat. Hanya imbauan dari kepolisian untuk tertib saat berunjuk rasa.
Aksi sempat diwarnai kehadiran keranda jenazah bentuk matinya demokrasi. Diletakkan di depan gerbang DPRD Kaltim. Para demonstran juga menuntut presiden mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) dari UU Cipta Kerja yang telah disahkan.
Namun hingga matahari tenggelam, tak ada kesepakatan diperoleh. Mahasiswa tetap bertahan di Jalan Teuku Umar. Mengumandangkan lagu buruh tani. Petugas terus meminta massa membubarkan diri namun para demonstran tak bergeming. Hanya duduk tanpa aksi mencolok. (*)