Samarinda, intuisi.co- Unicef atau United Nations Children’s Fund, belum lama ini membeberkan fakta yang bikin geleng kepala. Disebutkan, hampir 70 persen dari 20.000 sumber air minum rumah tangga di Indonesia tercemar tinja atau kotoran.
Kenyataan yang bikin mulut terbuka lebar itu kemudian menggerakkan organisasi PBB tersebut untuk meluncurkan kampanye sanitasi aman. Tajuknya #DihantuiTai. Hingga kini campaign ini masih berlanjut.
Sejatinya Unicef memperoleh data tersebut dari studi kualitas air minum rumah tangga yang digelar oleh Kementerian Kesehatan pada 2020 lalu. Dalam penelitian ini juga terungkap bila pencemaran tersebut juga mengakibatkan sakit diare.
“Sanitasi yang tidak dikelola baik bisa lemahkan daya tahan tubuh anak. Dampaknya bisa permanen, bahkan kematian,” ujar Robert Gass, Perwakilan Sementara Unicef di Indonesia.
Indonesia memang sudah mencapai kemajuan signifikan dalam mutu sanitasi dasar. Namun, angka rumah tangga yang punya sarana toilet dengan sambungan tangki septik kurang dari 8 persen. Akibatnya, limbah tinja tak terkelola baik dan mencemari lingkungan sekitar.
“Ada begitu banyak anak yang tinggal di daerah-daerah terdampak sanitasi tidak aman dan hal ini mengancam setiap aspek pertumbuhan mereka,” tutur Gass.
Kampanye Unicef ini bertujuan memberikan pemahaman kepada keluarga-keluarga Indonesia tentang sanitasi aman, serta dampak pencemaran sumber air oleh tinja terhadap kesehatan. Mereka pun menyerukan agar senantiasa memasang, memeriksa, atau mengganti tangki septik di rumah.
“Unicef telah meluncurkan situs cekidot.org yang berisi kiat-kiat praktis untuk memastikan keamanan tangki septik dan lainnya,” imbuhnya.
Unicef Beri Peringatan Soal Sanitasi Bersih
Kendati demikian, kata dia, salah satu tantangan utama dalam meningkatkan akses ke sanitasi aman adalah kesadaran masyarakat yang rendah terhadap risiko kesehatan. Pun demikian dengan frekuensi pengurasan tangki yang juga rendah.
“Kami harap makin banyak masyarakat yang mau lebih berperan dalam mengelola sanitasi rumah tangga dengan baik,” tegasnya.
Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang menyusun peta jalan percepatan akses ke sanitasi aman dengan dukungan dari Unicef dan beberapa mitra lain.
Setali tiga uang, Kepala Kelompok Riset dan Air Minum dan Sanitasi dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Ignasius DA dSutapa menyampaikan, salah satu permasalahan yang dihadapi daerah saat ini adalah air bersih. Dan problem tersebut tebilang klasik, belum belum mendapatkan solusi yang komprehensif.
“Apabila air yang diminum mengandung kuman patogen, akan menyebabkan yang bersangkutan menjadi sakit kolera, tifus, atau disentri,” bebernya.
Sebagai informasi, sebagian besar ada lima sumber air masyarakat, yakni Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), depot isi ulang, air minum dalam kemasan, serta air minum rumah tangga.
Peneliti dari Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN, Nusa Idaman Said menjelaskan tentang air isi ulang yang beredar di masyarakat, terutama yang tidak memiliki merek. Pertama, yang harus dilihat adalah teknologinya dan asal air bakunya.
“Seharusnya di setiap depot isi ulang itu, wajib memberikan informasi terkait hal tersebut,” pungkasnya. (*)