Kerja Sama Perkebunan Sawit Kaltim dan Jerman, Pengusaha Lokal Harus Terlibat
Ketua Hipmi Kaltim menyambut baik adendum kerja sama perkebunan kelapa sawit antara Pemprov Kaltim dengan perusahaan Jerman.
Samarinda, intuisi.co – Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kaltim Bakri Hadi menyambut baik perubahan adendum kerja sama di bidang pekebunan sawit antara Kaltim dengan Jerman.
“Namun re-kontrak ini harus memberikan nilai tambah ekonomi untuk masyarakat Kaltim secara menyeluruh,” sebut, dikonfirmasi Rabu sore, 20 Januari 2021.
Seperti diketahui, Pemprov Kaltim memperpanjang kerja sama di sektor perkebunan sawit dengan perusahaan ragam usaha asal Jerman, Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH. Kerja sama tersebut tertuang dalam kontrak yang berlaku hingga Maret 2023. Hipmi Kaltim berharap dalam prosesnya nanti, pengusaha lokal juga terlibat.
“Nanti bisa dimasukkan lewat klausul yang menyebut wajib memberdayakan pengusaha lokal. Terutama yang tergabung dalam Hipmi ataupun Kadin Kaltim,” sarannya.
Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan perkebunan, toko kelontong sekitar disebut bisa turut terlibat. Seperti dalam keperluan membeli beras, bahan-bahan pokok, dan lainnya. Sehingga roda ekonomi sekitar juga ikut berputar. Sementara perizinan dan lain sebagainya, harus turut memerhatikan lingkungan. “Sudah ada analisis lingkungan oleh pihak pengusaha sawit sebelum berproses,” imbuhnya.
Sebelumnya, Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Azmal Ridwan menekankan besarnya potensi perkebunan kelapa sawit di Kaltim. Hal ini bahkan sangat terlihat selama pandemi covid-19 yang hingga kini masih berlangsung. Di tengah maraknya pekerja dirumahkan, sektor tersebut justru menyerap 220.055 tenaga kerja baru. Berasal dari total areal mencapai 1,22 juta hektare dengan produksi 18,34 juta ton atau 20.776 kilogram per hektare.
Hilirisasi Produk Perkebunan Sawit
Dengan potensi perkebunan yang besar, Kaltim juga dinilai menyimpan potensi sebagai daerah pengekspor. Namun untuk merealisasikannya, minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) harus bisa diolah mandiri. Perlu ada hirilisasi.
Sayangnya, Kaltim masih perlu melangkah jauh untuk mewujudkan mimpi tersebut. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kutai Timur yang diproyeksi sebagai pusat industri kelapa sawit belum juga optimal. Padahal untuk hirilisasi infrastruktur pendukung lainnya juga mesti tersedia. Mulai jalan, air bersih, termasuk listrik.
“Bayangkan saja Kaltim bisa mengirim produk turunan seperti lipstik, minyak hingga mentega. Pasti untungnya bisa lebih,” tutup Azmal. (*)
View this post on Instagram